SETAHUN PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

Rieke Lantang Cabut RPP Pengupahan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 20 Oktober 2015, 14:42 WIB
Rieke Lantang Cabut RPP Pengupahan
rieke pitaloka/net
rmol news logo Setahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, kalangan buruh mendesak pemerintah mencabut formula upah murah dan menetapkan upah layak nasional tahun 2016.

Sebab, formulasi upah minimum pemerintah dengan metode yakni upah minimum = upah minimum berjalan + inflasi + pertumbuhan ekonomi seperti ini, memperlihatkan politik upah murah.

"Ada satu komponen yang tidak diperhitungkan pemerintah, yaitu prosentasi kejatuhan nilai tukar. Jadi, jika pemerintah bersikeras menggunakan formula tersebut, saya mendesak pemerintah untuk memasukan prosentase nilai tukar rupiah," ujar anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, kepada wartawan, di gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/10).

Dia mengingatkan kejatuhan nilai rupiah merupakan bagian dari antisipasi menghitung risiko keuangan. Bukan hanya inflasi, tetapi juga harus memperhitungkan bunga bank dan nilai tukar.

"Risiko pasar dan risiko keuangan, pada akhirnya terkait dengan persoalan ketergantungan terhadap impor. Dari impor itulah terjadi inflasi yang mendorong naiknya biaya-biaya, termasuk yang harus dikeluarkan oleh pekerja dan keluarganya," ujar Rieke.

Baginya, inflasi sama dengan pemangkasan terhadap daya beli karena nilai tukar diperdagangkan, makanya Rieke mendesak fluktuasi nilai tukar dimasukan dalam komponen kenaikan upah minimum.

Yang tidak kalah membahayakan dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan Jokowi ini, kata dia, adalah menghilangkan realitas kebutuhan hidup layak pekerja dan keluarganya.

RPP tersebut, menurut Rieke, mengubur survei terhadap komponen KHL (kebutuhan hidup layak), yang sejatinya jika dilakukan dengan metode yang benar, akan mampu mengungkap kebutuhan riil dan daya beli akibat kebijakan ekonomi pemerinah.

"Kalau komponen KHL dihilangkan, maka angka kenaikan upah yang dimunculkan, tidak dapat dipertanggungjawabkan dan jelas cenderung menafikan dampak kebijakan ekonomi terhadap rakyat. KHL dan metode survei harus tetap ada, dengan beberapa koreksi yang memperkuat kehadiran negara," ujar Rieke menambahkan.

Menurutnya, RPP Pengupahan yang menjadi kebijakan Presiden Jokowi memberangus proses musyawarah dalam dialog sosial yang seharusnya mutlak dipertahankan untuk membangung relasi tripartit, yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah di dalam Dewan Pengupahan.

Di saat tripartit dihapus, maka seharusnya Dewan Pengupahan pun dipenggal. Padahal, ujar Rieke, di negara mana pun, termasuk di negara-negara industri maju, tripartit adalah salah satu pilar kekuatan bagi industri nasional.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA