KERETA CEPAT

Rini Gandeng China, Komisi VI Pertanyakan Urgensi Kereta Cepat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 22 September 2015, 15:29 WIB
ilustrasi/net
rmol news logo Kabarnya, kepergian Menteri BUMN Rini Soemarno ke China beberapa waktu membawa angin segar bagi proyek kereta cepat yang sempat jadi polemik.

Informasi yang didapatkan redaksi menyebut proyek kereta cepat ini bakal segera terealisasi melalui kerjasama konsorsium BUMN Indonesia dengan China. Hal ini juga termasuk dengan pinjaman dana dari bank pembangunan China

Semakin kuatnya rencana realisasi kereta cepat itu ditanggapi anggota Komisi VI DPR RI, Wahyu Sanjaya. Ia menyatakan, belum ada urgensi yang jelas terkait proyek itu.

"Urgensinya belum jelas, masih banyak infrastruktur yang lebih prioritas," tegas Wahyu saat dihubungi redaksi beberapa saat lalu (Selasa, 22/9).

Politisi Partai Demokrat ini mengaku belum mendapat kabar soal sinergi BUMN untuk menggarap kereta cepat. BUMN yang dikonfirmasinya juga mengaku belum mendapat kepastian. Selain itu belum ada pembicaraan khusus dengan Menteri BUMN, Rini Soemarno.

"Belum ada pembahasan khusus tentang kereta cepat di Komisi VI, jadi Komisi VI belum ada sikap," ujarnya.

Seperi diketahui, setelah adanya kesepakatan pinjaman antara tiga bank BUMN dengan bank China beberapa waktu lalu untuk pembiayaan infrastruktur, muncul banyak kritik.

Sebagian kalangan mengkhawatirkan, pinjaman puluhan triliun dalam bentuk USD dan Renminbi akan membuat konsorsium BUMN yang menggarap proyek infrastruktur, termasuk kereta cepat, akan merugi atau bangkrut. Hal ini karena pemasukan dari proyek itu berbentuk rupiah.

Sedangkan hari ini, Rini Soemarno mengaku belum ada perkembangan kerja sama proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dengan pemerintah China.

Namun, pekan lalu, China menyanggupi persyaratan yang ditetapkan Indonesia dalam pembangunan kereta api cepat, yakni bahwa pembangunannya dilakukan murni secara bisnis (b to b) tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, serta tidak menggunakan APBN.

"Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiun-nya, disertai alih teknologi. Sehingga karena ini dilakukan secara 'B to B', maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi," tutur Rini kepada wartawan di Jakarta, Jumat (18/9). [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA