Lihat saja, setelah tahun ini pemerintah menargetkan bisa meraih cukai sebesar Rp 120 triliun. Tahun depan industri harus setor cukai sebesar Rp 148,9 triliun, atau naik sebesar 23,5 persen. IHT semakin kelabakan karena pemerintah juga merilis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.04/2015.
"Aturan ini sangat dipaksakan dan tidak realistis,†keluh Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/9).
Kenaikkan cukai yang sedemikian tinggi dan penerapan PMK 20 menurut Ismanu tanpa dikonsultasikan dengan industri. Seperti diketahui, isi PMK 20 adalah penghapusan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai melalui mekanisme pencepatan pembayaran tahun berjalan, kian memberatkan industri.
Dengan aturan itu, industri harus menyiapkan uang kontan di muka untuk pembayaran cukai. Selama ini, industri boleh membayar cukai mundur dua bulan untuk tenggat waktu kolekting hasil penjualan.
"Ketika PMK 20 dilaksanakan, ada keputusan mengajukan pembayaran cukai di depan sebelum waktunya, ini membuat industri kehilangan daya,†kritik Ismanu.
Ismanu menuturkan, pada Minggu malam (6/9) memang rencananya akan dilaksanakan pertemuan informal lanjutan dengan Bea Cukai terkait dengan kebijakan itu, tapi urung dilakukan. Posisi Gappri sendiri, menurut Ismanu, masih sama yakni menuntut pembatalan PMK 20 dan merevisi target cukai di 2016, serta meminta agar rokok ilegal diberantas tuntas.
GAPPRI selama ini selalu membuka ruang ruang negosiasi. Namun, layaknya industri, jika terus-menerus tak ada keputusan juga akan menggganggu kinerja bisnis. Sebab waktu terus berjalan, pengusaha membeli cukai di depan.
"Jika tidak ada kejelasan tentu saja mengkhawatirkan, sebab waktu terus berjalan, dari kami sebagai industri kami tidak stop produksi, tidak bisa stop membeli pita cukai. Ketika ngotot dengan target cukai, pemutusan hubungan kerja di depan mata," tandasnya
. [wid]
BERITA TERKAIT: