Karena itu, pemerintah diharap tidak asal melakukan deregulasi dalam hal ekspor-impor, sebab yang dibutuhkan saat ini adalah melaksanakan kebijakan ekspor-impor yang sudah ada secara benar, termasuk pengawasan dan pemberian sanksi bagi yang melakukan pelanggaran.
Demikian disampaikan peneliti senior Center for Information and Development Studies (CIDES) Hilmi R. Ibrahim, dalam keterangan pers yang diterima, Kamis (3/9).
Hilmi mengatakan, sesungguhnya Kementerian Perdagangan dan kementerian atau lembaga pemberi rekomendasi teknis tidak terkait dengan masalah
dwelling time yang dituding pemerintah dan para pengamat sebagai sumber
high cost transaksi perdagangan
.
Ia mengingatkan, semua perizinan impor dan rekomendasi dari kementerian atau lembaga pemberi rekomendasi teknis, secara normatif harus terbit sebelum impor (pra Impor).
"Artinya importir seharusnya baru memulai kegiatan impor setelah dokumen-dokumen yang disyaratkan sudah dimiliki. Seperti orang ke luar negeri, mereka harus mengurus visa dulu,†ujar Hilmi.
Lanjut Hilmi, seharusnya yang menjadi prioritas saat ini adalah pembenahan dalam proses implementasi atau pelaksanaan lapangan. Ia menilai, diperlukan perbaikan sistem pelayanan dengan menyempurnakan konsep-konsep on-line, paperless dan e-document.
Selain itu, lanjut Hilmi, harus dilakukan penempatan personil yang berintegritas serta diikuti dengan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi yang tegas.
[ald]
BERITA TERKAIT: