HIPPI Minta Pemerintah Tak Blunder Buat Kebijakan Industri Plastik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 09 Juli 2015, 20:52 WIB
HIPPI Minta Pemerintah Tak Blunder Buat Kebijakan Industri Plastik
ilustrasi/net
rmol news logo . Kesalahan pemerintah mengeluarkan kebijakan gula diharapkan tidak terulang dalam pembuatan kebijakan industri hulu plastik.

Begitu dikatakan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Suryani Sidik F. Motik dalam keterangan persnya, Kamis (9/7).

Dia terangkan, kebutuhan komoditi plastik belakangan meningkat seperti gula.‎ Bahkan, hampir seluruh industri yang ada di Indonesia membutuhkan plastik.

Untuk tahun 2015 ini, lanjut Yani (sapaan Suryani, red), kebutuhan bahan baku industri plastik dan barang dari plastik mencapai 4,28 juta ton. Pengguna terbesarnya adalah industri makanan dan FMCG (fast moving consumer goods) yang mencapai 60%. Sementara pemenuhan plastik dari dalam negeri hanya mencapai 2,5 juta ton.

Yani menambahkan, sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan plastik Indonesia bisa dilakukan dengan memperkecil impor. Caranya, memperbesar produk palstik dalam negeri.

"Karena Indonesia sebenarnya mempunyai bahan baku pembuatan resin (biji) plastik, yaitu bafta dan kondnsat dari sumber daya alam Indonesia," terangnya.

Sayangnya orientasi kebijakan pemerintah terhadap nafta dan kondensat tersebut masih cenderung diekspor. Imbasnya, kebutuhan bahan baku industri petrokimia dalam negeri kurang terpenuhi.

"Oleh karena itu, penguatan industri hulu plastik harus segera diwujudkan oleh pemerintah," tandas Yani.

Sementara itu, Edy Rivai dari Indonesia Olefin and Plastic Industri Association (INAplast) menyebutkan, minimnya produk plastik dalam negeri menyebabkan aktivitas impor meningkat bahkan melebuhi kebutuhan.

"Data pemerintah mencatat, volume impor baku plastik polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE) cukup tinggi yaitu sebanyak 2,93 juta ton. Menurut Edy, meskipun Indonesia sudah mampu memproduksi PP dan PE, namun volume impor ini diperkirakan akan terus meningkat karena bea masuk (BM) bahan baku plastik PP dan PE yang sudah "nol" persen (dari ASEAN) dan 10 persen dari Non FTA dan ASEAN," terang Edy.

Dia menambahkan, besarnya volume impor juga disebabkan oleh adanya kebijakan pembebasan BM lainnya yang diberikan oleh pemerintah kepada industri plastik hilir seperti, master list, Bea Masuk Ditanggung Pmerintah (BMDTP) serta kemudahan impor tujuan eksport (KITE).

"BPS menunjukan bahwa impor plastik pada periode 2012 sebesar 2,22 miliar USD dan tahun 2013 meningkat menjadi 2,48 Miliar USD. Untuk tahun 2015 sudah dapat dipastikn nilai impor plastik akan lebih besar lagi," tandasnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA