"Smelter, menurut saya, tidak ada kata tidak, tetapi wajib hukumnya smelter itu dibangun di Papua," kata Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadilia di Kota Jayapura, Papua, Kamis (27/2).
Menurut dia, dengan dibangunnya pabrik pengolahan tersebut di Mimika, Papua, maka hal itu menjadi pengakuan terhadap rakyat di provinsi paling timur Indonesia sebagai bagian dari investasi dan kekayaan alam yang ada.
"Dari awal, saya katakan pembangunan ekonomi bangsa ini tidak boleh bertumpu pada satu wilayah, tetapi harus ada pemerataan ekonomi, caranya apa? caranya harus ada political will dari pemerintah untuk melakukan pendistribusian kewenangan ekonomi tersebut," katanya seperti dimuat Antaranews.
Salah satu contoh, kata Bahlil, salah satu sumber daya alam suatu wilayah tidak boleh dibawa ke tempat lain untuk diolah tetapi harus di tempat tersebut.
"Terkait dengan Freeport yang agak sedikit ambigu, menurut saya, dalam melakukan investasi smelter ini. Saya sudah bertemu dengan Bapak Gubernur Lukas Enembe dan mendapatkan sejumlah keterangan, di antaranya, hasil konsentrat dari Mimika diproses di Gresik, bukan di Mimika," kata alumni STIE Port Numbay Kota Jayapura itu.
Bahlil akui membangun smelter bukanlah perkara yang mudah karena investasinya cukup besar. Oleh karena itu, langkah Pemerintah Provinsi Papua dalam mencari investor guna membangun smelter di Papua itu terkait dengan pengolahan hasil konsentrat yang dihasilkan oleh PT Freeport di Gresik.
"Tetapi saya meyakini bahwa kalau kita bahu membahu bersama-sama dengan pemerintah mencari alternatifnya, bahkan tidak ada yang tidak mungkin semua akan jadi terbuka," katanya.
[wid]
BERITA TERKAIT: