"Lagipula obat itu sudah ditarik oleh distributor kami sejak 14 Februari lalu," kata Heppi. Dia mengatakan tidak hanya Siloam yang menghÂentikan penggunaan obat itu dalam memberikan pelayanan kesehatannya, tapi seluruh ruÂmah sakit di Indonesia.
Dalam suratnya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen Kalbe Farma melakukan penarikan sukarÂela secara nasional atas dua produk obat, yakni Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml. ASI
Analis Guntur Tri Hariyanto mengatakan, dampak kejadian salah obat yang terjadi di RS Siloam Karawaci dan melihat perkembangan terakhir, maka lebih berdampak pada kinerja keuangan KLBF dibandingkan PT Siloam International HospiÂtal Tbk (SILO).
Menurutnya, hingga saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberiÂkan indikasi bahwa terdapat potensi tertukarnya obat daÂlam proses produksi. Bahkan untuk keperluan pemeriksaan, BPOM telah menghentikan izin edar dan proses fasilitas produksi obat yang terkait.
"Dengan demikian, KLBF memiliki potensi kerugian finansial dari penarikan obat yang telah dilakukan dan penghentian produksi, selain juga kerugian dari sisi image perusahaan," ujar Guntur.
Sementara itu mengenai dampak ke SILO, kata Guntur, apabila manajemen RS Siloam Karawaci dapat membuktikan bahwa sudah melakukan tinÂdakan pemberian obat sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan insiden merupakan tindakan yang tidak disengaja, maka tidak akan terlalu berdampak pada harga sahamnya.
Sebelumnya, kasus obat sunÂtik produksi PT Kalbe Farma bermula dari meninggalnya dua pasien rumah sakit Siloam, Tangerang.
Heppi mengaku tetap menÂjalankan hubungan baik denÂgan keluarga korban hingga saat ini. Namun dia belum bisa memastikan apakah Siloam akan memberikan ganti rugi materi pada keluarga korban yang ditinggalkan itu. ***