"Laporannya Bakamla (Badan Keamanan Laut), kapal ada 154. Yang 67 dapat beroperasi, tapi yang di laut hanya 12," ungkap Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Bakamla menÂgaku tidak memiliki BBM untuk semua kapal yang dimiliki. Hal itu membuat Indroyono keheranan.
"Katanya tidak ada BBM. Masa sih punya kapal nggak ada BBM," katanya.
Dia pun memberikan biaya BBM jika Bakamla hendak melakukan operasi di laut. DenÂgan demikian, permasalahan kemanan laut dapat ditangani dengan baik.
"Akhirnya sekarang kalau mau operasi saya kasih bensin. Tapi lapor ke saya," cetusnya.
Sementara Kementerian KeÂlautan dan Perikanan (KKP) meÂnyebutkan, pemakaian alat tangÂkap cantrang dalam melakukan aktivitas penangkapan di laut telah membuat negara merugi ratusan miliar rupiah.
Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwynn Jusuf mengatakan, kerugian yang terjadi itu dikarÂenakan kapal yang berukuran di atas 30 gross ton (GT) menyulap ukurannya agar terhindar dari kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Gellwynn mengaku masih belum menghitung secara pasti soal angka kerugian tersebut. Namun, jika dilihat dari total kapal yang ada, dia menduga dari 10 ribu kapal yang terdata hanya 80 persen.
"Saya belum menghitung sampai berapa pastinya, namun jika berandai-andai, ukuran kapal diperkecil dari di atas 30 GT menjadi 10 GT. Dari 10 ribu kapal, yang terdata ada 80 persen atau 8 ribu kapal," ungkapnya.
Dia mengatakan, untuk kapal dengan ukuran 30 GT itu pemerÂintah mengenakan PNBP sekitar Rp 20 juta per kapal. Oleh karÂena itu, jika ditotal dari kapal yang mengubah ukuran, negara rugi ratusan miliar. ***