Demikian disampaikan oleh anggota Komisi IV DPR, Ono Surono saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/1).
"Menurut data pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat kurang lebih 8 juta nelayan miskin atau 25.14 persen dari total penduduk miskin di Indonesia," ujarnya.
Dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan ini, kata dia, banyak kapal asing dan eks asing tidak beroperasi sehingga nelayan ABK menganggur. Tak hanya itu, estimasi pengangguran dari kebijakan ini berkisar diangka 25 hingga 80 ribu orang yang berasal dari 1.200 hingga 4.000 kapal yang terkena moratorium.
"Begitu pula dengan kapal-kapal dengan alat tangkap pukat hela dan tarik yang banyak terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lampung, dengan kebijakan menteri ini, sebentar lagi akan terjadi pengangguran besar-besaran. Untuk Jawa Tengah saja perkiraan ada 200 ribu nelayan yang menganggur. Di Jawa Barat dan Lampung angkanya lebih kecil karena ukuran kapalnya lebih kecil," paparnya.
Lebih lanjut Ono menjelaskan, pencabutan subsidi bbm untuk kapal 30 GT ke atas juga akan mempengaruhi pendapatan nelayan ABK yang menggunakan pola bagi hasil. Nelayan ABK yang baru berpenghasilan Rp 1,5 hingga Rp 3 Juta per bulan akan mengalami penurunan pendapatan karena selisih harga BBM mencapai Rp 3 ribu per liter.
Masih kata Ono, pengangguran juga akan terjadi cepat dengan jumlah yang banyak pula pada sektor pengolahan ikan karena dapat dipastikan banyak unit pengolahan ikan yang tutup karena tidak mendapatkan bahan baku. Misalnya, di Bitung, Sulawesi Utara saja, akan ada 7 pabrik pengalengan ikan dan 150 unit pengolahan ikan lainnya yang akan tutup dan akan mengakibatkan ribuan karyawan menjadi pengangguran.
"Untuk itu, selain mengevaluasi kebijakan yang dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan, seyogyanya pemerintah segera mendata potensi penambahan angka kemiskinan pada nelayan ini, sehingga dalam rangka penyusunan RAPBN-P saat ini oleh pemerintah dan DPR," tandasnya
.[wid]
BERITA TERKAIT: