Swasembada Garam 2015 Bukti Inkonsistensi Pemerintah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 11 Januari 2015, 09:28 WIB
Swasembada Garam 2015 Bukti Inkonsistensi Pemerintah
rmol news logo Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mempercepat realisasi swasembada garam di tahun 2015 harus didukung basis konsep yang memadai dan strategi implementasi yang aplikatif. Mengingat selama ini gagalnya swasembada garam terjadi karena lemahnya manajemen produksi dan tata niaga garam yang tidak transparan.

Demikian pendapat anggota Komisi IV DPR, Rofi Munawar dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Minggu (11/1). 

"KKP harus menjelaskan roadmap swasembada garam yang sedang disusun saat ini serta bagaimana proses implementasi dan teknis koordinasi multisektor yang akan dilaksanakan," pintanya.

Di sisi lain dalam tata niaga, lanjut dia, importasi garam yang selama ini dilakukan harus dibuka secara transparan dalam proses maupun peruntukannya. Anggota parlemen dari Jatim ini mengingatkan, jika pemerintah serius tentu semuanya bisa terealisasi dan tercapai dengan baik. Namun apa yang tergambar dalam tiga bulan terakhir dinilainya masih menunjukan bahwa proses koordinasi dan komunikasi antar kementerian masih buruk.

"Menteri KP Susi Pudjiastuti ingin swasembada garam akhir 2015, namun ironisnya keinginan tersebut bertolak belakang dengan road map garam yang dibuat KKP dengan kementerian perdagangan bahwa swasambeda garam baru dapat dilakukan 2017," bebernya.

Berdasarkan data dari KKP sepanjang tahun 2014, konsumsi garam nasional mencapai 3,8 juta ton. Dengan capaian produksi garam nasional sebanyak 2,2 juta ton, selama ini kepemilikan lahan garam rakyat hanya seluas 0,27 hektar per orang dengan produktivitas garam rakyat sekitar 80-90 ton per hektar per musim. Adapun saat ini total kebutuhan garam industri nasional yang mencapai hampir 1,8 juta ton diimpor dari Australia, Tiongkok, Eropa, dan negara lainnya.

Rofi menjelaskan, langkah penting yang harus diambil pemerintah adalah penguatan dari sisi para petani garam lokal, dengan bantuan inovasi teknologi tepat guna dan mananjemen tata kelola. Selain itu di dalam proses tata niga, pemerintah harus serius menekan harga garam dengan memaksimalkan peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai stabilisator harga dan proaktif untuk menyerap langsung garam dari para petani.

"Pemerintah harus memberikan kepastian kesejahteraan yang jelas untuk para petani garam, agar kemampuan produksinya terus meningkat. Memangkas mafia importasi agar tata niaga sehat," tegas Rofi.

Swasembada garam harus memberikan dampak langsung kepada petani lokal, bukan hanya target pencapaian produksi pemerintah semata. Petani garam harus menjadi bagian penting dalam seluruh rentang proses swasembada garam, sehingga keberlimahan produksi yang diharapkan tidak membuat mereka hanya menjadi penonton saja.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA