Selama ini acuan tata niaga imÂpor sapi adalah Peraturan MenÂteri Perdagangan (PermenÂdag) No.46/2013, yang menggunakan landaÂsan harga referensi sebagai peÂnentu diÂbuka atau ditutupnya gerÂbang imÂpor komoditas tersebut.
Instrumen harga referensi daÂging sapi yang dipatok seÂkarang adalah Rp 85.000 per kilogram. Apabila, harga daging sapi di pasar konsumsi masih di atas amÂbang batas tersebut, maka impor harus terus dikucurkan.
Itu sedang kami evaluasi kenapa harga tidak turun-turun . Apakah memang kurang atau memang ada yang terjadi. Kan ini masalah distribusi juga,†kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan, kemarin.
Menurut dia, sampai saat ini Kemendag belum berencana merevisi harga referensi daging sapi. Pasca Idul Fitri tahun ini, patokan tersebut dinaikkan dari level Rp 76.000 per kg ke Rp 85.000 per kg. Namun, sampai sekarang harga daging di pasaran masih di atas Rp 90.000 per kg.
Menurut Partogi, impor daÂging sapi tidak membawa pengaruh pada harga daging sapi di Tanah Air. Pasalnya, impor daging diÂlarang untuk dijual di pasar konÂsumen dan hanya boleh diperÂguÂnakan untuk kebutuhan hotel, restoran, dan katering (horeka).
Sementara itu, impor sapi hidup juga belum mampu menekan tingginya harga daging sapi di pasaran. Kenapa bisa begitu, dia bilang, dipicu oleh rendahnya miÂnat importir untuk menambah jumlah pembelian sapi dan masih ada sapi di
feedlotter yang belum dilepas ke pasar.
Dia mengungkapkan, sampai saat ini realisasi impor sapi hidup baru sekitar 60 persen dari total izin 2014 yang diberikan seÂjumlah 750 ribu ekor. Padahal, jiÂka importir terdaftar (IT) tidak bisa memenuhi realisasi sebesar 80 persen, izin impornya akan dicabut oleh otoritas perdagaÂngan.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menguÂsulkan kepada Kemendag agar acuan impor daging sapi dikemÂbalikan pada jumlah kebutuhan, bukan lagi berdasarkan referensi harga. ***