Ingkari Hak Karyawan, Dirut PLN Nur Pamuji Terancam Dipidana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 05 November 2014, 16:41 WIB
rmol news logo Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamuji terancam pidana selama delapan bulan bila tidak menyertakan karyawannya sebagai peserta jaminan sosial.

"Kami memperoleh pemberitahuan, bahwa Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Selatan sudah menyampaikan surat kepada PT PLN (Persero) yang memberikan batas waktu 14 hari agar segera menyertakan karyawannya dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Jika itu tidak diindahkan, maka kasusnya akan dilanjutkan melalui pengadilan negeri," kata Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta Hardi Yuliwan di Jakarta, Rabu (5/11).

Menurut Hardi,  PT PLN (Persero)  sudah lama bermasalah dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Karena, perusahaan plat merah itu, baru menyertakan karyawannya dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Padahal, sudah menjadi amanat UU, agar seluruh perusahaan menyertakan tiga program perlindungan bagi karyawannya, meliputi program, JKK, JKM dan Jaminan Hari Tua (JHT).

"Masalah ini sudah berlangsung dua tahun lebih, sampai akhirnya Suku Dinas Ketenagakerjaan mengirimkan surat teguran pada jajaran PT PLN untuk melanjutkan ke pengadilan negeri, jika masih tetap mengabaikan," urainya.

Saat ini, jumlah karyawan PT PLN tercatat berjumlah 41 ribu orang. Menurut Hardi, program JHT adalah program yang diperuntukkan perlindungan hari tua para karyawan. Iurannya sebesar 5,7 persen dari take home pay yang diterima karyawan. Sekalipun begitu, perusahaan diwajibkan perundangan memberikan iuran sebesar 3,7 persen dan karyawan 2 persen.

"Dana JHT tidak hilang, tapi akan dikembalikan bagi karyawan dengan imbalhasil yang besar. Bahkan, dengan mengikuti program JHT, penerimaan karyawan langsung naik 3,7 persen, karena perusahaan mengiur. Ini semua menjadi amanat undang-undang sebagai perlindungan sosial pekerja," lanjutnya.

Ia menambahkan, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) dan perundangan yang baru tentang jaminan sosial, sanksi yang diberikan bagi perusahaan yang sengaja mengabaikan hak-hak pekerja, bahkan lebih keras.

"Kalau memakai peraturan lama dikenakan kurungan badan delapan bulan, tapi kalau menggunakan peraturan baru kena hukuman kurungan badan delapan tahun. Tapi, kami masih menunggu PP yang dikeluarkan pemerintah," paparnya.

Hardi juga menjelaskan, pihaknya menerima pemberitahuan dari suku dinas ketenagakerjaan, bahwa surat tegoran yang dikirimkan bukan hanya pada PT PLN saja, melainkan juga tembusan pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kementrian BUMN dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kita memang mengharapkan perusahaan plat merah menjadi contoh, sehingga gerakan perlindungan sosial ini bisa diteladani juga oleh perusahaan swasta meningkatkan kesejahteraan pekerjanya," kata Hardi.[wid] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA