Aktivis YLBHI, Ridwan Bakar menjabarkan, hingga saat ini pembangunan Batang yang berkapasitas 2x1000 MW molor karena pembebasan lahan yang belum terselesaikan. Pemerintahan baru, menurut dia, harus segera bertemu dengan warga yang terkena dampak untuk mendengarkan segala aspirasinya agar tidak ada hak asasi masyarakat yang dilanggar dan dirugikan dalam proyek terbesar di Asia Tenggara tersebut.
"Selama ini, tidak ada komunikasi yang baik dan jelas antara pemerintah, perusahaan dengan warga setempat, sehingga menjadi bola panas yang membuat warga tidak percaya dengan pemerintah dan perusahaan tersebut," ujarnya.
Meski disadari pula ketidakpercayaan warga karena pemerintah dan perusahaan tidak transparan dan tidak partisipatif. Ketika informasi dan komuniasi tersendat menimbulkan persepektif negatif warga terhadap pembangunan PLTU itu.
Untuk itulah, kata dia, pemerintah baru harus membentuk tim khusus untuk mengindentifikasi segala persoalan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat yang terkena dampak. Selain itu, pemerintah harus mengevaluasi kembali rencana proyek PLTU Batang, sehingga dapat mempertimbangkan antara manfaat dan risiko yang ada agar tidak merugikan warga.
"Dengan menghormati dan mendengarkan aspirasi warga maka timbul komunikasi yang baik," tandasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: