Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pemerintah melaÂkuÂkan rapat koordinasi di AuÂditoÂrium Gedung Tower BPK LanÂtai 2, Jakarta, kemarin. RaÂpat dimuÂlai pukul 10.00 WIB dan dihadiri Ketua BPK Rizal Djalil, Gubernur Bank IndoneÂsia (BI) Agus MartoÂwardojo dan Menteri KeuaÂngan (MenÂkeu) Chatib Basri. SemenÂtara Menteri BUMN Dahlan Iskan absen dari rapat itu.
Usai rapat, Rizal Djalil meÂngaÂtakan, selama ini perusahaÂan ragu melakukan lindung nilai atas transaksi valasnya. BUMN khaÂwatir biaya untuk melaÂkuÂkan skema
hedging yang mirip asuÂransi itu dinilai sebagai keÂrugian negara.
“Sekarang apa lagi yang diÂtakutkan. Kita justru bertaÂnya kalau direksi BUMN nggak perlu
hedging,†katanya.
Rizal mengungkapkan, ada beberapa BUMN yang memiÂliki risiko kurs tinggi seperti PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Kedua peÂrusahaan tersebut membeli vaÂluta asing (valas) yang cukup besar di pasar spot dan itu sangat rentan flukÂtuasi kurs.
Hal senada disampaikan ChaÂtib Basri. Dengan adanya perseÂtujuan ini, dia berharap, perusaÂhaan BUMN dan swasta tidak perlu khawatir mengenai risiko dari transaksi
hedÂging yang seÂlama ini menjadi kerugian negara.
“Karena itu, pemerintah, BI dan BPK teÂngah meÂnyusun standar peÂneraÂpan
hedging,†kata Chatib.
Gubernur BI Agus MartoÂwarÂdojo mengatakan, ke depan tidak ada lagi alasan munÂculÂnya keÂrugian BUMN akibat perÂsoalan kurs. Seperti di PLN yang tahun buku 2013 merugi Rp 30,9 triliun karena kurs.
“BUMN harus dikelola proÂfeÂsional, menggunakan manaÂjemen risiko yang baik. SeÂkaÂrang ada peraturannya seÂhingÂga dimungÂkinkan mereka ada lindung nilai. Kalau ada peruÂsahaan rugi besar, berarti dia nggak mengelola risiko dengÂan baik,†tegas Agus. ***