Sebagai perusahaan negara, pemerintah dan Pertamina berkewajiban melindungan masyarakat dari dampak buruk kesulitan ekonomi selama ini.
Demikian ditegaskan Wakil Komisi XI Harry Azhar Azis dalam rilis yang diterima
Rakyat Merdeka Online, Jumat (3/1).
Menurut dia, Pertamina sendiri harus menertibkan inefisiensi yang terjadi diinternalnya termasuk akibat kerugian karena selisih kurs. Menko Perekonomian Hatta Rajasa pernah mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi Pertamina karena gas yang dinaikkan harga tersebut tidak bersubsidi. Menurut Harry, alasan itu itu sangatlah berdasar. Sebab, saham Pertamina 100 persen dimiliki pemerintah.
"Harusnya pemerintah berhak mengatur hal itu. Sebab, ini menyangkut nasib masyarakat yang sedang menghadapi banyak beban yang berat," tegasnya.
Pengguna terbesar elpigi 12 Kg adalah masyarakat kelas menengah ke bawah, maka dengan kenaikan itu memperlebar kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si miskin. Harry mengatakan, dari pengamatannya, kenaikan harga elpiji 12 kg saat ini di lapangan sudah bergerak liar. Bahkan harganya lebih tinggi dari yang ditetapkan Pertamina.
"Bukan hanya Rp 117.708 ribu per tabung, tapi sudah ada yang dijual pada kisaran Rp 140 ribu per tabung," ujarnya.
Jika dihitung, kenaiknya mencapai hampir 100 persen. Ia pun mempertanyakan pengawasan yang dijanjikan Pertamina.
"Kalau tidak ada pengawasan dan penindakan masyarakat melihat pemerintah tidak lagi berwibawa," demikian politisi Partai Golkar tersebut.
[wid]
BERITA TERKAIT: