“Frekuensi tidak diperkenankan untuk dijual bebas. Apalagi jika hal itu hanya didasarkan pada aspek komersial semata,†ujar anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya dalam diskusi bertema Apakah Aksi Merger XL-Axis Sesuai dengan Regulasi di Jakarta, kemarin.
Menurut politisi Partai Golkar itu, frekuensi adalah aset negara dan merupakan sumber daya terbatas yang manfaat terbesarnya adalah peningkatan kapabilitas dan kapasitas masyarakat. Bukan sekadar pendapatan negara.
“Jadi, masyarakat berhak menikmati layanan hingga ke pelosok,†katanya.
Tantowi mencontohkan, merger PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis) yang dianggap janggal dan berpotensi merugikan konsumen serta negara. Kondisi itu terjadi karena merger XL dan Axis bertentangan dengan regulasi.
Karena itu, pihaknya akan meminta klarifikasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring karena memberikan persetujuan atas aksi merger tersebut.
“Pemberian semua frekuensi berkapasitas 15 Mhz (Megahertz) yang sebelumnya dimiliki Axis di jaringan 1.800 Mhz untuk dimiliki XL bertentangan dengan regulasi,†katanya.
Ia mengakui, akuisisi dan merger di industri adalah hal biasa dan telah diatur dalam Undang-Undang No.40 tahun 2000 tentang Perseroan Terbatas. Namun menyangkut industri telekomuniksi, merger hanya untuk aset dan pelanggan perusahaan yang dimerger atau diakuisisi.
“Tidak termasuk spektrum frekuensinya, karena frekuensi bukan merupakan aset perusahaan, namun berupa hak pakai,†tegas Tantowi.
Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU No.36 tahun 1999 mengenai Telekomunikasi. Agar tidak berpotensi merugikan negara, seluruh frekuensi yang dikelola Axis wajib dikembalikan ke negara untuk ditender ulang.
“Selama ini, perusahaan asing di Indonesia terbukti hanya mencari keuntungan bisnis semata. Bukan untuk kepentingan masyarakat hingga ke pelosok tanah air,†tegas Tantowi.
Anggota Komisi I DPR Chandra Tirta Wijaya mengatakan, industri seluler perlu ditata dengan lebih efisien, adil dan transparan serta berorientasi kemudahan konsumen. Alokasi frekuensi harus sesuai dengan ukuran dan daya jangkau masing-masing operator.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menilai, spektrum frekuensi telekomunikasi harus dimanfaatkan untuk memberikan pendapatan kepada negara melalui BUMN telekomunikasi.
Oleh karena itu, menurut dia, Axis Telekom tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain, walaupun operator seluler tersebut nantinya telah berganti kepemilikan.
“Spektrum frekuensi ini sumber daya yang sangat terbatas. Atas alasan apapun, spektrum frekuensi itu tidak bisa dikomersialkan. Mereka harus mengembalikannya ke pemerintah, kemudian baru pemerintah yang mengaturnya,†ujar Hatta. ***