Hatta Tuding Menteri Suswono Tak Paham Data Sapi Milik BPS

Harga Daging Di Pasaran Terus Tinggi Meski Ada Impor

Senin, 18 November 2013, 08:49 WIB
Hatta Tuding Menteri Suswono Tak Paham Data Sapi Milik BPS
ilustrasi
rmol news logo Hingga kini harga daging sapi di pasaran masih tinggi. Pasalnya, pemerintah tidak berani menetapkan harga batas eceran terhadap produk tersebut.

Terkait itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa justru menyalahkan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang dianggap salah menerjemahkan data populasi sapi.

Seperti diketahui, sensus sapi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan populasi sapi di Indonesia sebanyak 14 juta ekor.

“Data BPS tersebut diterjemahkan Mentan untuk mengurangi rekomendasi impor dari yang tadinya 400 ribu ton jadi 80 ribu ton,” ujar Hatta.

Akibatnya, terjadi lonjakan harga karena pasokan daging dalam negeri masih kurang lantaran banyak peternak yang memotong sapi peliharaannya.

“Ketika impor tersebut diputuskan, harga daging melonjak dari Rp 60 ribu menjadi Rp 80 ribu per kilogram (kg). Peternak sapi jual sapi potongnya, harga nggak juga turun,” imbuh dia.

Sayangnya, data BPS dengan Kementerian Pertanian (Kementan) tidak cocok, soalnya jumlah sapi potong ternyata lebih kecil dibandingkan 14 juta ekor tersebut.

“Ditambah lagi jumlah peternak sebanyak 6,5 juta, jadi rasio peternak dengan sapi adalah 1 banding 2. Mekanisme efisien apa ini,” ujarnya.

Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia Ngadiran mengakui  masih tingginya harga daging sapi karena pemerintah tidak berani menetapkan harga batas eceran terhadap daging. “Salahnya, ada yang kasih izin impor. Berani kasih izin tetapi tidak punya keberanian untuk menetapkan batas harga eceran,” ujarnya kecewa.

Sebenarnya, kata dia, mudah bagi pemerintah untuk menghitung berapa harga yang ideal, baik bagi masyarakat, pedagang, maupun importir.

Menurut Ngadiran, pemerintah tahu harga sapi impor dari Australia itu berapa, ongkos angkutnya berapa, susutnya berapa, pajak masuknya berapa, keuntungan yang mau diambil, sampai uang silumannya berapa. “Itu kan bisa dihitung semua,” katanya.

Untuk itu, dia mengusulkan pada pemerintah agar bertindak tegas pada para importir. Mereka wajib menjual dagingnya dengan harga wajar.

Anggota Komisi IV DPR Muradi Darmansyah menegaskan, pemerintah akan kesulitan menetapkan kebijakan harga batas eceran daging. Yang jelas bakal menimbulkan penolakan dan ada permainan langka dari para pemain daging.

Menurut dia, permainan harga daging sudah sangat canggih. Meski pemerintah mengatur impor selebar-lebarnya lewat kebijakan harga, namun harganya tidak akan pernah bisa turun ke harga awal.

“Para pemain daging ini tahu kapan saatnya melakukan impor, kapan saatnya tidak. Harga bisa dikendalikan oleh mereka,” ungkap Muradi.

Dia mengusulkan salah satu cara pengendalian daging dengan merubah sistem impor daging dari country  based menjadi zona based.  Langkah itu, dilakukan agar Indonesia bisa mengimpor daging yang lebih murah dari negara lain selain Australia, Selandia Baru dan Amerika.

“Dulu alasan pemerintah menerapkan country based untuk menghindari impor sapi dari negara yang terkena penyakit mulut dan kaki (PMK). Tapi apa di setiap wilayah suatu negara yang terkena PMK. Semuanya kan bisa diatasi dengan kemampuan teknologi,” jelasnya.

Dengan aturan itu, kata Muradi, menutup pemerintah mendapatkan daging impor murah dari negara penghasil sapi lainnya. Dia juga memastikan, revisi aturan akan menurunkan harga daging di Indonesia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA