Masih Tergantung Impor Pangan Target Kemiskinan 8% Sulit Dicapai

Harga Kebutuhan Pokok Terus Melonjak & Berdampak Pada Daya Beli

Kamis, 14 November 2013, 09:16 WIB
Masih Tergantung Impor Pangan Target Kemiskinan 8% Sulit Dicapai
ilustrasi
rmol news logo Target kemiskinan pemerintah pada 2015 sebesar 6,5-8 persen sulit tercapai. Penyebabnya, perekonomian Indonesia tidak stabil.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Armida S Alisjahbana mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Penyusunan itu tidak jauh berbeda dengan sebelumnya.

“Yang membedakan itu tentunya visi dan misi Presiden yang akan datang,” ujarnya, kemarin.

Armida mengungkapkan, dalam target sasaran RPJMN 2015-2019, pemerintah berencana memasang angka kemiskinan sekitar 6,5-8 persen. Hal itu sejalan dengan target kemiskinan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), di mana pada 2021-2025 angka kemiskinan nasional sudah berada sekitar 4-5 persen.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, saat ini pemerintah sedang bekerja keras menurunkan angka kemiskinan tahun ini.

Untuk diketahui, dalam Undang Undang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2013, pemerintah menargetkan kemiskinan 9,5-10,5 persen. Namun, hingga kini tingkat kemiskinan masih sebesar 11,4 persen.

“Kami berusaha keras untuk mencapai target kemiskinan dan mengurangi gini ratio 0,41 persen melalui program penanggulangan kemiskinan,” jelas Hatta.

Dalam RPJPN, menurut Hatta, hingga 2025 pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan 4 persen dengan jumlah penduduk 853,1 juta dan pendapatan per kapita 14.953 dolar AS.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu optimistis bisa mencapai target itu dengan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI).

 MP3KI meliputi penyaluran Beasiswa Siswa Miskin (BSM), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), beras untuk keluarga miskin (raskin), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).

Menanggapi itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati pesimistis target kemiskinan tahun ini bisa tercapai.

Enny menilai, beberapa program MP3KI masih bersifat ad hoc atau sementara, seperti program BLSM dan raskin. Program tersebut belum bisa sepenuhnya membantu kelompok masyarakat rentan yang pada saat inflasi justru berpeluang besar jatuh ke jurang kemiskinan. Selain itu, program Jamkesmas juga belum efektif pelaksanaannya di lapangan.

“Saat ini harga kebutuhan pokok terus melonjak dan Indonesia sangat tergantung impor pangan. Jadi susah mengendalikan harga yang dampaknya pada daya beli,” ucap Enny.

Menurut dia, persoalan kemiskinan bersumber pada penghasilan masyarakat. Makanya, pemerintah perlu menciptakan kembali program-program yang bisa mendukung sumber penghasilan masyarakat.

Hal yang sama disampaikan peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Ina Primiana. Dia mengatakan, target kemiskinan pemerintah di bawah 10 persen sulit tercapai. Pasalnya, Indonesia masih mengalami tekanan dari eksternal maupun internal.

Faktor eksternal bisa dilihat dari nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Sementara di sisi internal, Indonesia masih dihadapkan dengan sejumlah permasalahan konektivitas.

“Permasalahan distribusi mendorong harga naik yang akhirnya mengurangi daya beli masyarakat,” tandas Ina.

Untuk diketahui, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada 2013 tingkat kemiskinan sebesar 11,4 persen atau terdapat 28,1 juta masyarakat miskin, dengan pendapatan per kapita masyarakat 3.660 dolar AS.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA