Pertamina Pangkas Stok BBM, Ketahanan Energi Terancam

BPH Migas: Kalau Terjadi Perang Atau Tsunami, Bisa Bahaya

Senin, 04 November 2013, 09:56 WIB
Pertamina Pangkas Stok BBM, Ketahanan Energi Terancam
ilustrasi, Stok BBM
rmol news logo Gara-gara nilai tukar rupiah terus rontok terhadap dolar AS, PT Pertamina (Persero) memangkas stok BBM nasional. Akibatnya, ketahanan energi semakin mengkhawatirkan.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, stok minyak Indonesia dijaga pada 22 hari atau setara 1,2 juta barel per hari.

Namun, kata Ali, akibat rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS, stok BBM dikurangi menjadi 18 hari. Dengan stok 18 hari tersebut, Pertamina harus menyiapkan dana hingga Rp 23 triliun. “Dana Rp 23 triliun itu sudah cukup besar yang harus disiapkan Pertamina dan dipendam saja,” timpalnya.

Padahal, sebagai perusahaan yang dituntut untuk memberi keuntungan bagi negara tentunya kalau uang sebanyak itu ditaruh di deposito akan lebih menguntungkan.

Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan Amerika Serikat (AS). Menurutnya, Negeri Paman Sam itu mempunyai stok BBM sebesar 700 juta barel yang diletakkan di bawah tanah.

“700 juta barel itu ditaruh di bawah tanah, bentuknya seperti gua besar, stok tersebut sulit dikeluarkan karena harus dapat izin dari Senat (DPR),” ungkapnya.

Menurut Ali, konsumsi BBM di AS per harinya mencapai 16 juta barel dengan produksi minyak 9-10 juta barel. Sementara Indonesia saat ini produksi minyak rata-rata 830 ribu barel per hari, dengan konsumsi BBM rata-rata 1,4 juta barel per hari. Artinya, kekurangannya dipenuhi melalui impor.

Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah sebelumnya mengungkapkan stok BBM nasional selama 20 hari sangat rentan.

“Sangat rentan kalau hanya 20 hari terutama kalau terjadi bencana alam atau bahkan perang. Contoh, saat Jepang diterjang tsunami awal 2011, ketahanan energinya masih aman karena punya stok BBM cukup 6 bulan. Kita? Jakarta saja cuma punya stok 3 hari, kalau ada apa-apa misalnya pipa minyak di Balongan meledak, bisa bahaya,” ungkapnya.

Wakil Direktur Reforminer Institut Komaidi Notonegoro menilai pengurangan stok BBM nasional tidak akan efektif mengurangi impor bila hanya dilakukan dalam jangka pendek. “Dampaknya baru terasa jika dilakukan setidaknya setahun,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada September 2013 mengalami defisit 657,2 juta dolar AS. Ini akibat nilai impor yang mencapai 15,4 miliar dolar AS atau lebih besar dari ekspor 14,8 miliar dolar AS.

Akibat terus melonjaknya nilai impor BBM, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan menegaskan, diperlukan cara tepat mengurangi konsumsi BBM. “Impor migas tinggi. Makanya naik sepeda,” katanya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo juga meminta seluruh pemangku kebijakan terus mengawasi impor BBM, karena September nilai impornya masih terlihat tinggi.

Direktur Indonesia Monitoring Centre (IMC) Supriansa mengatakan, Indonesia terancam krisis BBM karena konsumsi terus tinggi, sementara stoknya minim.

Lemahnya ketahanan energi Indonesia salah satunya disebabkan karena tidak memilik stok strategis BBM.

Menurutnya, di negara maju menyediakan dua stok BBM. Pertama, stok strategi yang dikelola dengan membangun tangki minyak untuk simpanan selama beberapa puluh hari. Kedua, stok komersial yang dimiliki industri produsen BBM seperti Pertamina. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA