“Keadaan ini tidak akan mampu meningkatkan kompetensi kerja SDM Indonesia dalam menyongsong AEC (
ASEAN Economic Community) 2015,†kata Muhaimin di Jakarta.
Setelah diberlakukannya AEC 2015, lanjut Muhaimin, keluar masuknya tenaga kerja antar negara di ASEAN tidak terbendung lagi. Jika kompetensi SDM masih seperti sekarang, tenaga kerja Indonesia akan sulit bersaing.
“Bagi tenaga kerja dari negara AEC yang memiliki kompetensi lebih tinggi tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam AEC. Ini yang harus diwaspadai SDM Indonesia setahun ke depan,†terangnya.
Kendati begitu, kompetensi tidak hanya diukur dalam dunia pendidikan. Pendidikan setinggi apapun apabila tidak disertai kompetensi yang tinggi tetap akan kalah oleh tenaga kerja yang terampil dan terlatih.
“Kondisinya sedang darurat, tenaga kerja terlatih jauh lebih utama dibanding tenaga kerja terdidik. Karena itu, dibutuhkan lembaga pelatihan dan peningkatan kualitas kurikulum pelatihan yang lebih penting ketimbang lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan yang belum siap kerja,†kata bekas Wakil Ketua DPR ini.
Untuk mengatasi masalah ini, Muhaimin mengaku telah melakukan koordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Perindusterian.
Untuk tahun ini, Kemenakertrans menyediakan berbagai program pelatihan keterampilan dan kompetensi kerja secara gratis dengan kapasitas 162.017 orang. Jumlah ini meningkat dibanding peserta pelatihan tahun 2012 yang berjumlah 154.958 orang peserta.
Sibuk BeretorikaBerbagai kalangan menyoroti Pemerintah yang lambat merespons hasil-hasil survei pemeringkatan kemudahan berusaha atau
Doing Business di Indonesia. Jika tahun 2013 peringkat Indonesia berada pada posisi 128, kini hanya naik 8 peringkat pada
Doing Business tahun 2014. Ini artinya, Indonesia menempati peringkat 120 dari 189 negara yang disurvei.
“Kalau saja pemerintah fokus memperhatikan hasil survei lembaga dunia itu, maka potensi untuk mendorong peringkat di bawah posisi 100 terbuka lebar. Tapi ternyata pemerintah hanya sibuk beretorika sehingga hasilnya pun cuma turun tipis,†sentil anggota Komisi VI DPR Edhy Prabowo.
Berdasarkan data
Doing Business 2014
, peringkat Indonesia berada di posisi 7 di antara negara-negara anggota ASEAN. Tertinggal dari Singapura (peringkat 1 dunia), Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59), Vietnam (99) dan Filipina (108).
Menurut Edhy, mestinya pemerintah belajar dari pengalaman masa lalu dalam menurunkan halangan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Apalagi, beberapa poin yang menjadi penilaian untuk menentukan daftar itu merupakan pekerjaan rumah pemerintah yang tak kunjung diselesaikan. Diantaranya perizinan usaha, masalah perburuhan dan kemudahan mendapatkan suplai listrik serta buruknya infrastruktur.
Terkait masalah perizinan usaha, menurut dia, masih terlalu banyak hadangan yang ditemui investor di lapangan. Akibatnya, banyak investor yang enggan berinvestasi di Indonesia karena ketidakjelasan waktu penerbitan izin usaha di berbagai wilayah Indonesia. Belum lagi permasalahan lahan yang seringkali mengganggu investor untuk mulai berusaha di Indonesia. [Harian Rakyat Merdeka]