.Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, kegagalan program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas karena ketidaksiapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hal itu disampaikan Dirjen AngÂgaran Kemenkeu Herry Purnomo menanggapi pernyataan KemenÂterian ESDM yang mengaÂtakan program konversi BBM ke gas dihambat KemenÂkeu.
“ESDM yang belum siap meÂÂlakukan konversi,†tegas Herry di Nusa Dua, Bali, kemarin.
Menurut dia, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah meÂnyeÂÂdiakan dana ke Kementerian yang dipimpin Jero Wacik itu unÂtuk program konversi BBM ke gas.
Jumlah anggaran konversi BBM ke gas dalam APBN dan APBN Perubahan sebesar Rp 2 triÂliun yang terdiri dari Rp 200 miliar untuk converter kit dan Rp 1,8 triliun untuk infrastruktur CNG (Compressed Natural Gas).
Untuk mendukung program tersebut, kemudian terbit Perpres No.64/2012. Dalam Perpres itu diÂsebutkan, untuk 2012, penyeÂdiaÂan dan pemasangan converter kit dilaksanakan Menteri ESDM berÂkoordinasi dengan Menteri PerÂindustrian. “Jadi 2012 itu tangÂgung jawab Menteri ESDM unÂtuk converter kit, pengadaan samÂpai pemasangan,†ujarnya.
Tapi, lanjut Herry, KemenÂteÂrian ESDM menugaskan pembuÂatÂan converter kit ke PerÂtamina baru pada 28 Agustus 2012. “Kita melihat dalam perkemÂbaÂngannya itu ternyata dari awal ESDM tidak bisa melaksanakan kegiatan tersebut karena sampai Oktober-November pengaÂdaan converter kit belum jelas,†semÂprot Herry.
Kemudian, lanjutnya, untuk pembaÂnguÂnan infrastruktur CNG juga perlu waktu 7 bulan. PadaÂhal, Agustus baru keluar penugaÂsannya dan jika dihitung sudah leÂwat tahun anggaran.
Selanjutnya September, KeÂmenÂÂkeu menerima surat dari KeÂmenÂterian ESDM. Pertama, meÂreka minÂta penegasan alokasi angÂgaran. Kedua, mengusulkan mulÂtiyears baik untuk pembangunan CNG maupun penyelesaian conÂverter kit 2012 ke 2013.
“Kita mengaÂtakan tidak dapat dipenuhi dalam rapat di kantor Menko PerÂekonomian,†katanya.
Alasannya, dana di dalam DafÂtar Isian Penggunaan AnggaÂran (DIPA) APBN dan APBN PeruÂbahan 2012 itu harus dilakÂsanakan satu tahun. Sedangkan untuk mulÂtiyears, tahun kedua harus jelas dananya. “Ini 2013 kita belum meÂlihat rencana aloÂkasinya. Bahkan sampai APBN 2013 diketok pun ternyata nggak ada alokasinya,†terang Herry.
Kemudian, lanjut Herry, KeÂmenterian ESDM juga meminta untuk di-carry over ke 2013 kaÂrena konversi BBM ke gas tak bisa dilakÂsanakan di 2012. NaÂmun, KemenÂkeu tegaskan tidak bisa karena UU No.17/2004 meÂÂngaÂÂtakan anggaran itu dimulai daÂÂri 1 Januar-31 Desember.
Kalau program itu mau dijaÂlankan lagi, menurut Herry, KeÂmenterian ESDM harus mengÂusulkannya lagi di dalam APBN Perubahan 2013.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, progÂram konversi BBM ke gas pada 2013 diperkirakan tertunda. Hal ini diÂsebabkan pengadaan berÂbagai faÂsilitas pendukung konversi tidak bisa selesai pada 2012.
“Belum ada lampu hijau dari Menteri Keuangan untuk pakai mulÂtiyears. Kalau tender terus berjalan dan selesai tahun depan, nanti bayarnya pakai uang siapa,†kata Rudi.
Hapus Subsidi Solar
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano ZakaÂria mengusulkan pemerintah menghapus subsidi untuk BBM jenis solar. Pasalnya, bensin jenis itu paling banyak diselundupkan ke pertambangan.
“Menghapus subsidi solar akan lebih dimaklumi masyarakat keÂtimbang mempermasalahkan subÂsidi BBM untuk jenis preÂmium,†kata Sofyano.
Namun, kata dia, pemerintah haÂÂrus tetap mensubsidi solar bagi kendaraan angkutan umum pelat kuning dan nelayan. DihapusÂkannya subsidi solar akan meneÂkan penyalahgunaan oleh industri.
Sofyano mengatakan, kendaÂraan angkutan barang yang seÂlaÂma ini masih menggunakan peÂlat hitam agar dibuat kebijakan berÂalih ke pelat kuning sehingga bisa pakai solar. Namun, pengÂhapusan subsidi solar juga harus dibicaraÂkan pemerintah dengan pihak OrÂganda (Organisasi AngÂkutan Darat).
“Pendistribusian solar subsidi harus dilakukan seÂcara tertutup dengan mengguÂnaÂkan smart card agar tepat sasaran,†sarannya.
Sofyano menambahkan, deÂngan ditetapkannya solar hanya untuk kendaraan angkutan pelat kuning dan bagi kebutuhan neÂlayan, maka kuotanya bisa diheÂmat sekitar 5 juta kiloliter (KL).
“Artinya pemerintah bisa mengÂÂhemat subsidi sekitar Rp 20 triliun,†tandasnya.
Untuk diketahui pada 2013, kuota solar subsidi ditetapkan 15,11 juta KL. Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir MiÂnyak dan Gas Bumi (BPH Migas) selama periode Januari-Oktober 2012, penyelewengan BBM jenis solar paling tinggi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: