Berita

Suasana rapat pleno PBNU penujukkan penjabat ketua umum PBNU di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa malam, 9 Desember 2025. (Foto: kiriman peserta rapat)

Publika

Mengenal KH Zulfa Mustofa Pj Ketum PBNU Pengganti Gus Yahya

RABU, 10 DESEMBER 2025 | 12:34 WIB

SATU babak prahara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), tuntas. Nakhoda baru PBNU telah lahir. Cuma, yang lama tetap ngebet tak mau diganti. 

Malam itu, Hotel Sultan Jakarta seperti biasa, lampu temaram, karpet empuk, dan prasmanan yang nasinya selalu lebih lengket dari hubungan antar-ormas. 

Tapi siapa sangka, ballroom yang biasanya cuma jadi tempat seminar “Strategi Digitalisasi Dakwah 4.0” mendadak berubah jadi teater kudeta tersopan dalam sejarah Nusantara. Tanpa keributan, tanpa teriakan, tanpa drama lempar sandal, cukup dengan tatapan serius Syuriyah dan ketukan palu Rais Aam.


Boom. KH Zulfa Mustofa resmi diangkat sebagai Pj Ketua Umum PBNU, menggantikan kursi KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya yang malam itu kosong seperti hati mantan setelah ditinggal pas akad.

Kiai Zulfa bukan nama baru di orbit Nahdliyin. Lahir 7 Agustus 1977, darah ulama mengalir deras dalam dirinya. 

Kiai Zulfa keponakan KH Ma’ruf Amin, mantan Wakil Presiden sekaligus Avenger Fatwa Nasional dan cucu Nyai Hajjah Maimunah, keturunan Syekh Nawawi al-Bantani. Kalau silsilah keluarga rata-rata cuma dua halaman, keluarga ini bisa bikin ensiklopedia volume tiga.

Tapi bukan cuma silsilah. Sebelum jadi Pj Ketum PBNI, Kiai Zulfa sudah jadi Wakil Ketua Umum PBNU. Lebih dari itu, Kiai Zulfa penulis kitab Tuhfatul Qashi wa Dani, nadzam campuran nahwu, sharaf, fiqih, tasawuf, dan tauhid. 

Kitab ini semacam paket kombo, kalau anda hafal, kamu bisa ceramah, bisa mengajar, bisa mengadili perdebatan antar-RT. Bahkan bisa jadi solusi bagi acara tahlilan yang MC-nya mendadak hilang.

Masuklah kita ke malam 9 Desember 2025. Para Syuriyah berkumpul, rapatnya serius, tapi tetap ditemani kopi hotel yang harganya bisa bikin mahasiswa mengucap istighfar tiga kali. 

Gus Yahya tak hadir. Menghilang seperti file penting yang tiba-tiba tidak muncul di desktop. Entah sedang tugas luar, atau sedang mencari ketenangan batin. Yang jelas, kursinya kosong. Di NU, kursi kosong itu magnet keputusan besar.

Rais Aam KH Miftachul Akhyar lalu mengetuk palu. Satu ketukan. Sunyi. Seperti adegan klimaks film yang plotnya halus tapi menikam. 

Tiba-tiba, tanpa baliho, tanpa deklarasi panggung, tanpa jingle kampanye, muncullah Pj Ketum baru, Kiai Zulfa. Secepat itu. Sakitnya mungkin tidak berdarah, tapi terasa sampai langit-langit struktural.

Tak lama kemudian, Gus Ipul tampil memberi klarifikasi, “Saya dan Gus Yahya baik-baik saja.” Wak, kalimat itu sudah jadi meme politik. 

Sebab publik tahu, kalau harus menjelaskan “semuanya baik-baik saja,” biasanya berarti tidak seindah itu. Apalagi kalau disampaikan sambil senyum simpul dan nada suara setengah oktav lebih tinggi dari biasanya. Itu bahasa diplomasi Nahdliyin, elegan tapi pedas.

Kini PBNU memasuki episode baru. Bukan episode final, lebih mirip episode penting sebelum plot twist besar di Muktamar 2026. 

Kiai Zulfa membawa modal lengkap, darah ulama, kitab nadzam, pengalaman struktural, dan ketenangan yang bikin suasana kayak pengajian subuh, tapi listriknya 250 watt.

Apakah ini awal era baru? Atau hanya pemanasan sebelum drama berikutnya? Hanya Tuhan, Rais Aam, dan karpet Hotel Sultan yang tahu. Tapi satu hal pasti, jangan pernah meremehkan orang yang bisa menulis nadzam. Di NU, kadang yang paling puitis justru yang paling strategis.

Selamat bekerja, Kiai Zulfa. Semoga peci tetap tegak, langkah tetap lurus, dan angin politik tidak bikin nadzam berubah jadi nasyid galau. Semoga Hotel Sultan tetap siap kalau nanti ada rapat mendadak yang bisa mengubah sejarah.

Sidang Syuriyah malam berbintang
Pecah sunyi di Hotel Sultan
Kalau Zulfa diangkat memegang
Peci miring pun jadi tanda jabatan


Pohon bidara tumbuh di rawa
Daunnya jatuh ditiup angin
Kalau PBNU berubah ketua
Biasanya akan ada nantangin


"Bang, Gus Yahya masih ngotot ialah Ketum hasil muktamar. Gimana tu?"

"Kalau beliau masih ngotot, berarti prahara masuk babak kedua, Koptagul lagi kita, wak." Ups.

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Ratusan Pati Naik Pangkat

Selasa, 02 Desember 2025 | 03:24

Pasutri Kurir Narkoba

Rabu, 03 Desember 2025 | 04:59

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Reuni 212 dan Bendera Palestina

Selasa, 02 Desember 2025 | 22:14

Warga Gaza Sumbang 1.000 Dolar AS untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 02 Desember 2025 | 05:03

UPDATE

Seperti Terra Drone, Harusnya Aparat Usut Korporasi Pembalak Liar di Sumatera

Jumat, 12 Desember 2025 | 18:14

Prabowo Dengarkan Keluhan Warga di Pengungsian Aceh Tengah

Jumat, 12 Desember 2025 | 18:09

Kopdes Merah Putih Bukan Ancaman Usaha Lokal

Jumat, 12 Desember 2025 | 18:04

Purbaya Ogah Kirim Baju Ilegal ke Korban Bencana Sumatera

Jumat, 12 Desember 2025 | 18:02

Kemenko PM Kawal Implementasi Sekolah Rakyat di Semarang untuk Tekan Kemiskinan Ekstrem

Jumat, 12 Desember 2025 | 17:57

Muhammadiyah Diganjar Penghargaan Nazhir Tanah Wakaf Terluas 2025

Jumat, 12 Desember 2025 | 17:54

Petinggi NATO Minta Eropa Bersiap Hadapi Agresi Rusia

Jumat, 12 Desember 2025 | 17:54

Ketika Negara, Bisnis, dan Partai Merobohkan Kedaulatan Rakyat

Jumat, 12 Desember 2025 | 17:45

Rezim Hukum Bencana: Kontradiksi Bantuan dan Ganti Rugi

Jumat, 12 Desember 2025 | 17:39

8 Mantan Pejabat Kemnaker Didakwa Peras Agen TKA Sampai Rp135 Miliar

Jumat, 12 Desember 2025 | 17:14

Selengkapnya