Berita

Foto/Net

On The Spot

Istri Korban Kenang Foto Terakhir Suami

Datangi Crisis Centre Lion Air
RABU, 31 OKTOBER 2018 | 09:36 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kecelakaan kembali terjadi di dunia penerbangan Tanah Air. Pesawat maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610, jatuh di Karawang, Jawa Barat setelah beberapa menit mengudara dari Jakarta menuju Pangkal Pinang, Bangka Belitung (Babel).

 Matahari pada Senin (29/10) itu, masih belum muncul saat Lydia Levina, istri Sayerz Petrus Rudolf, salah seorang penump­ang yang terdaftar di manifes pe­sawat naas tersebut, mendapat pesan dari sang suami. Isinya, meminta izin akan berangkat menuju Pangkal Pinang, Babel.

Tak lupa, sang suami mengirimkan gambar bahwa ia telah di duduk di kursi pesawat. Pesan tersebut pun dibalas Lydia. Sayang, pesan balasannya belum sempat dibalas sang suami. Lydia bilang, sang suami mungkin telah menonaktifkan telepon selulernya karena pesawat akan berangkat.

Meski pesannya tak dibaca, saat itu Lydia pun tak terlalume­mikirkannya. Dia yakin suaminya akan tiba dengan selamat di Kota Pangkal Pinang. Di kota itu, Petrus berencana mengurus beberapa keperluan yang ditugaskan dari tempatnya bekerja.

Beberapa jam dari jadwal ketibaan suaminya di Pangkal Pinang, belum ada kabar diterima Lydia. Wanita tersebut malah mendapatkan telepon dari rekan kantor suaminya. Rekan sang suami memberitahu Lydia. Pesawat yang ditumpangi Petrus jatuh.

Setelah itu, Lydia segera menyalakan televisi untuk memas­tikan kabar tersebut. Sembari menangis, Lydia bercerita bahwa ia langsung menangis mengingat pesan sang suami sebelum pergi ke bandara. Dia tak menyangka, permintaan maaf sang suami sebelum berangkat, jadi kalimat terakhir yang dia dengar.

"Nona (Lydia) saya minta maaf kalau saya ada salah sama kamu. Kalau saya ada kasar sama kamu. Saya minta maaf," cerita Lydia.

Air mata Lydia tak terbendung mengenang momen-momen terakhirnya dengan sang suami. Suaminya sempat mengabadi­kan foto di dalam kabin sebelum pesawat tersebut lepas landas.

"Terus pas di dalam pesawat, dia foto, 'doain aku selamat sampai Pangkalpinang ya'. Jadi ada foto terakhir dia di atas pe­sawat," ucap Lydia, dengan mata yang sembab akibat menangis.

Usai telepon dari rekan kan­tor suaminya, Lydia segera berangkat ke posko pusat crisis (crisis centre) di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, setelah menyambangi posko di Bandara Soekarno-Hatta. Di posko itu, Lydia segera melapor ke beberapa petugas yang telah bersiaga sejak siang.

Usai melapor, Lydia yang dite­mani tiga kerabatnya menunggu perkembangan terbaru dari petu­gas di posko tersebut. "Sekarang cuma bisa berdoa. Semoga ada keajaiban. Saya juga mohon do­anya yang terbaik," pintanya.

Menjelang sore hari itu, hala­man Gedung Teknik Angkasa Pura II Bandara Halim Perdanakusuma didirikan posko. Sebuah tenda berukuran cukup besar dengan ratusan kursi disediakan un­tuk menampung kerabat maupun keluarga korban yang melapor.

Sementara di meja, terdapat petugas dari Jasa Raharja dan Lion Air. Mereka memegang daftar nama penumpang yang naik pesawat tersebut. Satu per satu, keluarga maupun kerabatkorban mendatangi meja. Meminta kejelasan dari petugas.

Di meja tersebut, keluarga maupun kerabat diminta data diri. Ada secarik kertas yang mesti diisi. Isinya berupa keterangan hubungan dengan korban dan harus disertai alamat tempat tinggal. Setelahnya, keluarga maupun kerabat diminta untuk menunggu perkembangan ter­baru dari petugas di posko.

Di sebelah tenda tersebut, beberapa bus berukuran kecil disiagakan. Bus-bus tersebut dipakai untuk mengantarkan keluarga korban yang ingin menginap di Hotel Ibis, Cawang. Selain sebagai tempat menginap, hotel tersebut juga dipakai sebagai salah satu posko crisis centre.

Selain di dua posko tersebut, posko crisis centre juga terdapatdi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sejak dibuka, para keluarga korban berdatangan untuk menanyakan nasib sanak saudara mereka. Posko di bandara ini berada di Terminal 1B. Kesedihan tampak dari keluarga dan kerabat penumpang pesawat yang datang ke posko tersebut.

Betniati, salah seorang keluargayang mendatangi posko menyebut keluarganya turut menjadi korban pesawat Lion Air JT610 yang jatuh itu. Betniati mengetahui saudara kandungnya bernama Wahyu dan keponakan­nya yang masih berusia empat tahun turut menjadi korban, berawal dari penasarannya usai melihat berita. "Tadi setelah di­data, nama Wahyu ada di daftar. Nama anaknya juga ada," kata Betniati, saat ditemui.

Betniati menjelaskan, sebelum memastikan keluarganya menja­di korban jatuhnya pesawat den­gan rute Jakarta-Pangkalpinang tersebut, dirinya melihat sebuah pemberitaan terlebih dahulu terkait kecelakaan tersebut. Dari situ, dirinya memutuskan langsung mengunjungi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Banten, untuk mendapatkan informasi atas keluarganya.

"Saya lihat berita, terus saya feeling harus ke sini karena keponakan saya memang naik pesawat itu," ujarnya.

Dia menjelaskan, sebagian keluarga korban pesawat Lion Air JT610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, termasuk dirinya diarahkan ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Petunjuk tersebut dida­pat setelah para keluarga korban mendatangi posko terpadu yang berada di Bandara Soekarno-Hatta. "Pihak Lion Air meminta untuk pindah ke Bandara Halim Perdana Kusuma. Dari Lion mengarahkan ke Bandara Halim," ujar Betniati.

Betniati menyebut, pihak bandara menyediakan fasilitas busuntuk keluarga korban yang ingin ke Bandara Halim Perdanakusuma. Namun, dia memilih pakai kendaraan pribadinya untuk pergi ke sana.
Latar Belakang
Beberapa Menit Usai Lepas Landas

Pesawat JT-610 Hilang Kontak
Pesawat maskapai Lion Air nomor penerbangangan JT-610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. Pesawat itu jatuh beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, Babel.

Jatuhnya pesawat itu pertama kali diketahui dari informasi air traffic control (ATC) tepatnya pukul 06.50 WIB. Basarnas yang menerima informasi iti segera melakukan pengecekan ke ATC. Didapati memang benar pesawat itu hilang kontak.

Lokasi hilangnya kontak pe­sawat berada di 25 mil laut dari Tanjung Priok atau 11 mil laut dari Tanjung Kerawang. Pihaknya mendapatkan informasi jika pesawat saat kehilangan kontak berada di ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut.

Setelah mendapatkan informa­si itu, aparat terkait meluncurkan armada untuk menemukan titik pesawat dengan nomor regis­trasi PK-LQP pada koordinat 05 46.15 S -107 07.16 E. Sampai di lokasi titik yang ditemukan radar pihaknya menemukan temuan lokasi pesawat jatuh.

Sampai di lokasi, petugas menemukan puing-puing pesawat. Selain itu, tampak pula benda-benda milik penumpang maupun kru pesawat, mulai handphone, dan ada beberapa potongan tubuh.

Tim penolong mengerahkan beberapa helikopter untuk men­cari korban jiwa di kedalaman laut 30-35 meter tersebut. Tim penyelam kemudian dikerahkan untuk menyelamatkan penumpang dan kru sebanyak 189 jiwa.

Samin, nelayan di Dusun Pakis II, RT 002 RW 006, Desa Tanjungpakis, Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyaksikan detik-detik pesawat akan jatuh. Saat itu, sekira dua jam perjalanan laut dari Muara Tanjungpakis, Samin tiba-tiba melihat ada pesawat dengan posisi miring melewati perahunya.

Samin mengaku kerap meli­hat pesawat terbang saat tengah melaut. "Saya sering lihat pesawat lewat sini. Tetapi, yang ini posisi pesawatnya miring sampai sayapnya ke bawah," ungkap Samin.

Hanya saja, Samin tak sempat menyaksikan pesawat itu terjun ke laut. Pasalnya, saat itu posisinya membelakangi lokasi terjun­nya pesawat itu. Dia hanya men­dengar suara keras seperti masuk ke laut kemudian meledak.

"Bunyinya keras sekali. Terus tiba-tiba perahu saya terdorong kencang oleh gelombang. Padahal saat itu cuaca tidak ada gelombang kencang," ungkapnya.

Saat melihat ke belakang, Samin menyaksikan ada asap hitam keluar dari dalam laut. Akan tetapi, lantaran takut, Samin meninggalkan lokasi jatuhnya pesawat. Kemudian, dia melan­jutkan perjalanan ke titik lain untuk menjaring udang.

"Saya baru tahu kapal yang saya lihat itu benar benar jatuh, setelah kembali ke darat. Banyak nelayan lain yang mem­bicarakan pesawat jatuh," ka­tanya. ***

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Disdik DKI Segera Cairkan KJP Plus dan KJMU Tahap II

Sabtu, 30 November 2024 | 04:05

Israel dan AS Jauhkan Umat Islam dari Yerusalem

Sabtu, 30 November 2024 | 03:38

Isu Kelompok Rentan Harus Jadi Fokus Legislator Perempuan

Sabtu, 30 November 2024 | 03:18

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kadin Luncurkan White Paper

Sabtu, 30 November 2024 | 03:04

Pasukan Jangkrik Gerindra Sukses Kuasai Pilkada di Jateng

Sabtu, 30 November 2024 | 02:36

Fraksi PKS Usulkan RUU Boikot Produk Israel

Sabtu, 30 November 2024 | 02:34

Sertijab dan Kenaikan Pangkat

Sabtu, 30 November 2024 | 02:01

Bawaslu Pastikan Tak Ada Kecurangan Perhitungan Suara

Sabtu, 30 November 2024 | 01:48

Anggaran Sekolah Gratis DKI Disiapkan Rp2,3 Triliun

Sabtu, 30 November 2024 | 01:17

Mulyono Bidik 2029 dengan Syarat Jakarta Dikuasai

Sabtu, 30 November 2024 | 01:01

Selengkapnya