Menurutnya kerja sama tersebut dapat dimanfaatkan pemerintah Indonesia dalam melanjutkan kembali program pengembangan pembuatan drone yang sudah lama dirintis.
Budi menyebut teknologi drone memiliki peran strategis di berbagai sektor, mulai dari pertahanan, pertanian, hingga mitigasi bencana. Indonesia pernah menjadikan pengembangan drone sebagai prioritas nasional tetapi kini menghadapi tantangan besar.
Budi berharap kerja sama yang dilakukan pihak swasta tersebut dapat menghidupkan kembali program strategis tersebut.
Lanjut dia, Pemerintah perlu meneruskan hasil penelitian pembuatan drone dalam negeri ini hingga menjadi kenyataan.
“Sebelum merger ke BRIN, riset dan pengembangan drone melibatkan berbagai instansi, seperti BPPT, LAPAN, dan PTDI. Setiap lembaga memiliki spesialisasi. BPPT menyiapkan desain dan engineering serta pengujian teknologi, LAPAN dalam riset aeronautika sedangkan PTDI dalam manufaktur,” ucap Budi dalam keterangannya, Senin, 17 Februari 2025.
Setelah integrasi ke BRIN, riset terpusat, malah terkendala birokrasi dan reorganisasi serta tidak ada alokasi anggaran riset pada sektor hankam.
“BRIN telah mencabut program drone dari daftar
flagship riset nasional, dampak penurunan dana riset terhadap pengembangan teknologi. Hal ini sangat disayangkan,” ujar Budi Heru.
Heru menilai pembatalan program pembuatan drone dalam negeri dari daftar flagship riset nasional sangat disayangkan. Sebab keberadaan drone sangat diperlukan dalam berbagai bidang tugas strategis nasional.
Geografi Indonesia sebagai negara kepulauan sangat membutuhkan drone sebagai alat alternatif dalam mengawasi kedaulatan dan pertahanan negara. Keberadaan drone ini justru akan menunjang program efisiensi yang saat ini ingin dilakukan oleh Pemerintah.
“Investasi riset dan teknologi berbanding lurus dengan daya saing ekonomi dan industri. Negara dengan belanja R&D tinggi, seperti AS, China, dan Korea Selatan, terbukti memiliki industri berbasis teknologi yang maju. Pengembangan teknologi sangat penting untuk ketahanan nasional dan kemandirian industri,” bebernya.
Budi menambahkan sektor swasta di Indonesia belum bisa diharapkan menjadi penggerak utama riset dan teknologi pertahanan.
Hal tersebut karena keterbatasan infrastruktur, sehingga negara masih perlu hadir untuk mengisi celah ini. Jika pemerintah tidak serius, Indonesia akan terus bergantung pada teknologi impor dan menghadapi brain drain.
“Secara umum Pemerintah perlu melakukan reformasi tata kelola riset agar lebih efisien dan adaptif terhadap kemandirian negara dan kebutuhan industri,” jelasnya.
“Dana riset harus stabil dan meningkat, bukan malah dipangkas. Insentif dan ekosistem riset harus diperkuat agar para peneliti tetap produktif dan inovatif. Dengan demikian cita-cita menjadikan Indonesia negara mandiri akan terwujud,” tegas Budi.
BERITA TERKAIT: