Satelit yang sebelumnya dikenal sebagai “Wind Hunter” ini dikembangkan oleh Badan Antariksa Taiwan (TASA) di Kota Hsinchu. Tanggal 14 Juli lalu, pesawat tersebut meninggalkan Taiwan menuju Guyana Prancis, tempat peluncuran akan dilakukan.
Laporan
Taiwan News pada Jumat (1/9), menyebutkan bahwa sekitar 82 persen satelit dan peralatan terkaitnya dibuat di Taiwan, dengan lebih dari 20 lembaga penelitian dan perusahaan berpartisipasi dalam proyek ini.
Dalam tahap persiapan terakhir, uji kebocoran bahan bakar telah diselesaikan, menurut laporan tersebut.
Setelah mengudara, Triton akan mengumpulkan data penting untuk observasi cuaca dan berkontribusi pada analisis iklim global. Sebuah tim dari TASA tiba di Guyana Prancis untuk mempersiapkan peluncuran dan dampaknya.
Program ini berasal dari satelit Formosat, namun pada tahun 2017, Amerika Serikat menyatakan tidak akan lagi bekerja sama dengan Taiwan dalam proyek tersebut.
Mengingat pengerjaan satelit Formosat-7R telah dimulai dan suku cadang juga telah diperoleh, proyek tersebut akhirnya berganti nama menjadi Triton.
Pada 2019, Taiwan mengumumkan rencana untuk menginvestasikan 25,1 miliar dolar Taiwan (sekitar 12 triliun rupiah) selama satu dekade untuk mengembangkan teknologi luar angkasa nasional, salah satunya proyek satelit Triton.
Namun, pengiriman suku cadang sempat tertunda hingga 2022 saat muncul pandemi Covid-19.
BERITA TERKAIT: