Pernyataan Bahlil itu menjadi kontroversi di tengah publik. Pasalnya, Bahlil mencitrakan bahwa Raja Jawa itu merupakan sosok yang kejam atau bengis.
Publik menduga kuat bahwa istilah Raja Jawa itu disematkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), sementara Bahlil merupakan pembantunya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa ucapan Bahlil itu sebagai kecelakaan sejarah dan menyinggung masyarakat Jawa.
“Raja Jawa itu fungsinya sebagai lambang kemuliaan dan dia juga mau mendengar suara rakyat. Itu menunjukan Bahlil itu tidak mengerti kebudayaan Jawa, jadi dia asal mengucapkan sesuatu yang kemudian menjadi kecelakaan sejarah,” kata Rocky dikutip
RMOL dari kanal Youtube
Rocky Gerung Official, Kamis (22/8).
“Bahlil memang tidak paham bahwa negeri ini memang dirancang berdasarkan prinsip-prinsip kebudayaan. Banyak Raja Jawa yang bijak seperti Sultan Hamengkubuwono IX, X (sembilan-sepuluh) dan itu juga ketua-ketua Golkar loh,” tambahnya.
Rocky pun meminta Bahlil agar meminta maaf atau bertobat atas ucapannya tersebut. Bahkan ucapan itu dinyatakan dalam forum resmi seperti Munas Golkar.
“Jadi saudara Bahlil, anda bukanya hanya harus segera bertobat, tapi anda memang dungu dalam membaca tradisi politik Jawa dulu,” tegasnya.
Kendati sebagai kecelakaan sejarah, namun Rocky mengucapkan terima kasih kepada Bahlil karena telah mencerminkan Jokowi sebagai sosok yang otoriter.
“Tapi kita bersenang dan mengucapkan terima kasih ke Bahlil, karena dia yang akhirnya yang merumuskan sifat bengis, otoriter dari Raja Jawa yang bernama Jokowi,” jelas Rocky.
Dalam pidatonya sebagai Ketua Golkar, terkesan Bahlil memiliki maksud untuk bercanda di hadapan Jokowi dengan menyebut Raja Jawa.
“Soalnya Raja Jawa ini kalau kita main-main celaka kita. Saya mau kasih tahu saja, jangan coba main-main barang ini, waduh ini ngeri-ngeri sedap barang ini, saya kasih tahu. Dan sudah banyak, sudah lihat barang ini kan, ya tidak perlu saya ungkapkan lah," tandas Bahlil.
BERITA TERKAIT: