Begitu kata analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun dalam merespons pengangkatan Kaesang sebagai Ketua Umum (Ketum) PSI.
Ubedilah menilai, bos Sang Pisang itu tidak konsisten dalam berbicara. Sebab, dua tahun lalu, Kaesang bersuara lantang untuk tidak mau terjun ke dunia politik. Tetapi kini, dia seperti pepatah menjilat ludahnya sendiri.
“Perilaku ini mirip dengan perilaku ayahnya yang sering terlihat tidak konsisten, dan ternyata diakuinya saat pidato setelah dipilih jadi Ketua Umum PSI bahwa dia akhirnya masuk dunia politik karena terinspirasi oleh ayahnya," kata Ubedilah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (28/9).
Selain itu, Ubedilah melihat, PSI adalah partai yang mengkhianati klaim diri sebagai partai kader. Di mana, kaderisasi PSI mengalami stagnasi di usia yang masih seumuran jagung.
"Proses kilat Kaesang menjadi anggota lalu menjadi Ketua Umum PSI, juga bisa dimaknai telah mengabaikan AD/ART-nya sendiri," jelas Ubedilah.
Di dalam Pasal 18 ART PSI disebutkan bahwa syarat menjadi pengurus di Dewan Pimpinan Pusat adalah seseorang yang telah menjadi kader paripurna. Selanjutnya di dalam AD PSI Pasal 13 disebutkan, bahwa kader paripurna adalah anggota yang telah mengikuti kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pimpinan pusat.
"Nah apakah Kaesang sudah pernah ikut pelatihan kader tingkat nasional itu? Nyatanya tidak, dapet kartu anggota pun baru," tutur Ubedilah.
Kemudian, Ubedilah juga menilai bahwa PSI bukan partai modern. Sebab, sangat menggantungkan nasibnya kepada seorang Jokowi.
"Ketergantungan pada Jokowi itu kini makin terbukti, selain terlihat dari narasi tegak lurus ke Jokowi, juga sampai mengangkat darah daging Jokowi sebagai ketua umumnya," pungkas Ubedilah.
BERITA TERKAIT: