Demikian disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam webinar bertajuk "Telaah Kritis Asal Usul Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden" pada Rabu (9/3).
"Kalau kita ingin kemudian bicara mengenai
legacy, sekali lagi, legacy itu tidak bisa diukur dari panjangnya waktu seorang memimpin," ujar Abdul Mu'ti.
Mu'ti menuturkan, tidak sedikit pemimpin negara yang masa jabatannya singkat, namun memberikan
legacy yang luar biasa untuk negaranya.
Bahkan, kata dia, ada juga pemimpin yang turun dari jabatannya di saat popularitasnya sedang tinggi-tingginya, tetapi meninggalkan
legacy yang baik.
"Amerika misalnya, ketika turun Presiden Barack Obama itu di puncak popularitas, dia berhasil mengangkat ekonomi Amerika yang ambruk pada masa presiden sebelumnya, dia (Obama) juga berhenti dengan senang hati dan dia sebagai presiden tidak ada masalah apapun selama dia memimpin, tenang-tenang saja," katanya.
Tetapi, Mu'ti menyebutkan, ada juga pemimpin yang tampak hebat saat memimpin, tetap ketika turun dari jabatannya, masalahnya terbongkar satu per satu.
"Jangan sampai bangsa kita ini, terutama generasi muda ini, mempelajari sejarah yang tidak baik dari para pemimpinnya dan kemudian sejarah kita ini, harus dikoreksi berkali-kali hanya untuk menyelamatkan seseorang yang mungkin orang itu sedang berkuasa atau sedang turun dari kekuasaan," kata Mu'ti.
Atas dasar itu, terkait penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, dia mengajak semua pihak untuk menanyakan pada hati nurani. Meskipun, secara formal bisa dilakukan jika mengubah amandemen 1945.
Tetapi, persoalannya, apakah secara etik, boleh atau tidak dengan mempertimbangkan spirit, suasana kebatinan dan roh dari reformasi 1998 yang telah membatasi masa jabatan presiden 2 periode.
"Secara formal itu tidak salah, tetapi secara etik dan moral menurut saya itu sangat bermasalah, karena suasana kejiwaan, suasana kebatinan dan konteks yang menjadi latar belakang dari lahirnya pasal-pasal dalam amendemen UUD 1945itu dihilangkan begitu saja," tandasnya.
Turut hadir dalam webinar tersebut antara lain Dewan Pakar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Prof Nurliah Nurdin dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.
BERITA TERKAIT: