Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Korban Kriminalisasi Minta Propam Mabes Polri Periksa Oknum Polisi Polda Sumut

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Sabtu, 27 November 2021, 01:05 WIB
Korban Kriminalisasi Minta Propam Mabes Polri Periksa Oknum Polisi Polda Sumut
Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo/Net
rmol news logo Kuasa Hukum tersangka yang diduga menjadi korban kriminalisasi meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri segera menindaklanjuti laporan terhadap oknum polisi di Unit 5, Subdit 1, Ditreskrimum, Polda Sumut.

Laporan yang dimaksud adalah laporan yang sebelumnya telah disampaikan dalam Surat Pengaduan Nomor: SPSP2/3990/XI/2021, tertanggal 1 November 2021, atas nama pengadu Miliana.

Miliana merupakan istri tersangka J yang bersama-sama dengan Rafika istri dari tersangka HM dalam laporan pengaduan meminta permohonan perlindungan hukum terhadap penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh penyidik Polda Sumut atas laporan polisi Nomor: LP/653/IV/2021/SUMUT/SPKT-II tanggal 5 April 2021 dengan pelapor berinisial K.

"Jadi kami ada dua laporan, pertama disampaikan oleh keluarga tersangka dan kedua laporan penguatan dari kami kuasa hukum atas bukti baru yang kami terima ke Kadiv Propam Mabes Polri Nomor: R/ND-1642-6/XI/WAS.2.4/2021. Kami meminta Propam Mabes Polri untuk segera memindaklanjuti laporan kami dengan memeriksa oknum polisi di Unit 5, Subdit 1, Ditreskrimum, Polda Sumut. Kami menduga ada banyak kejanggalan dalam proses penyidikan kasus kepemilikan tanah berupa bangunan milik klien kami," kata Yuda Pranata, salah satu Kuasa Hukum tersangka J dan HM dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (26/11).

Yuda menuturkan, sejak awal pihaknya telah mengetahui adanya kejanggalan-kejanggalan yang dilalukan penyidik dalam melakukan pemeriksaan kepada para tersangka. Kejanggalan tersebut seperti pemeriksaan terhadap surat yang diduga palsu, berupa Surat Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor: 005/266/2019 tanggal 18 Februari 2019 perihal penjelasan tentang SK Nomor: 529/H.P/RBt/1970/1 Juni 1970 yang ditandatangani oleh Dr. Ir. Hj. SABRINA, M.Si.

"Bahwa klien kami J dan HM sebelumnya sudah mendapatkan surat penjelasan dari Sekretariat Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor: 005/266/2019 tanggal 18 Februari 2019 perihal penjelasan tentang SK Nomor: 529/H.P/RBt/1970/1 Juni 1970 yang ditandatangani oleh Dr. Ir. Hj. SABRINA, M.Si selaku Sekda Pemprov Sumut. Jadi bagaimana mungkin surat itu dikatakan palsu," ujarnya.

Selain itu, lanjut Yuda, dalam setiap pertemuan dengan penyidik, para tersangka maupun saksi yang berhubungan dengan tersangka selalu diminta untuk mengadakan perdamaian dengan pelapor K.

"Bahkan penyidik menyampaikan “mumpung” perkara masih ditingkat polisi, masih bisa didamaikan dengan pelapor," ujarnya.

Lebih lanjut kata Yuda, penetapan tersangka J dan HM oleh penyidik juga diduga dikarenakan yang besangkutan tidak menerima permintaan mengadakan perdamaian dengan pelapor.

"Jadi kami menduga penetapan tersangka dan penahanan itu dikarenakan adanya penolakan para tersangka untuk melakukan perdamaian,," katanya.

Tak hanya itu, lanjutnya, para tersangka juga ditawari beberapa opsi 3 pilihan dalam perdamaian. Menurut Yuda, secara psikis memaksa para tersangka.

"Opsi pertama itu, bangunan dijual kepada J, lalu dibayar berapa harganya. Opsi kedua, bangunan dikasih ke si F dab opsi ketiga, bangunan dijual, nanti dibagi berapa persen," ungkapnya.

Pada saat setelah ditetapkan tersangka dan ditahan, lanjut Yuda, pihaknya pernah meminta untuk dilakukan penangguhan penahahan.

Dalam proses permohonan itu, oknum penyidik meminta uang sebesar 50 juta yang peruntukannya sebagai jaminan, akan tetapi permintaan penangguhan tidak pernah dibalas oleh penyidik.

"Sekitar tanggal 12 November 2021, uang sebesar 50 juta oleh keluarga para tersangka meminta supaya dikembalikan uang tersebut. Setelah melalui perdebatan penyidik kemudian mengembalikannya," ujarnya.

Yuda menjelaskan, terkait jamainan tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) PP 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, menyatakan, bahwa "uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.” Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 35 ayat (1) PP tersebut, “penyerahan uang jaminan kepada kepaniteraan pengadilan negeri dilakukan sendiri oleh pemberi jaminan dan untuk itu panitera memberikan tanda terima.”

"Untuk penerimaan uang Rp 50.000.000 dan perbuatan penyidik yang juga kami sampaikan di laporan kedua, Kadiv Propam sudah melimpahkan ke Birowabprof Propam Mabes Polri. Kami meminta agar Kadiv Propam memecat penyidik yang mempermainkan perkara ini," jelasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA