Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menderasnya Kembali Isu Intoleransi, Ada Apa?

Senin, 25 Januari 2021, 02:14 WIB
Menderasnya Kembali Isu Intoleransi, Ada Apa?
Ilustrasi/Net
POLEMIK tentang siswi nonmuslim diminta untuk berjilbab bermula dari video berisi percakapan antara orangtua siswi dengan pejabat di sekolah itu viral di media sosial pada Jumat, 22 Januari 2021.

Tidak ada cekcok, namun video itu mencuri perhatian publik. Soalnya otoritas SMK Negeri 2 Padang memanggil Elianu karena anaknya tidak mengenakan kerudung atau jilbab saat berada di lingkungan sekolah.

Meski Elianu dan putrinya sudah menjelaskan bahwa mereka bukan muslim, pihak sekolah tetap berkukuh menegaskan bahwa aturan di sekolah itu menyatakan jilbab atau kerudung wajib bagi semua siswi. (Wartaekonomi.co.id, 23/1/2021)

Butut dari peristiwa itu, Kepala SMKN 2 Padang akhirnya meminta maaf. Beragam komentar pun mengemuka. Dari warganet, pejabat Pemda hingga Mendikbud.

Mantan Walikota Padang, Sumater Barat, Fauzi Bahar mengatakan aturan memakai jilbab pada siswi sekolah itu dikeluarkan saat dirinya menjabat. Alasannya, karena jilbab di daerah tersebut dianggap sebagai sebuah kearifan lokal.

Aturan soal penggunaan jilbab bagi siswi sekolah saat itu, kata dia, dituangkan dalam bentuk Peraturan Wali Kota Padang dan diubah menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang. Hanya saja, ia menegaskan aturan itu diwajibkan bagi siswi muslim. Namun, untuk nonmuslim sifatnya anjuran, bukan kewajiban.

Ada pengakuan menarik dari alumnus SMKN 2 Padang bernama Delima. Ia mengaku selama bersekolah di sana tidak ada paksaan bagi siswi nonmuslim untuk mengenakan kerudung selama sekolah. Ia berharap aturan memakai jilbab ini tak perlu diperpanjang. Sebab, selama ini memang tidak pernah diperdebatkan.

Melihat fenomena tersebut, ada beberapa catatan yang perlu kita perhatikan dalam menyikapi peristiwa ini secara bijak:

Pertama, pemaksaan pemakaian jilbab sebenarnya kurang tepat. Sebab, bagi negara berbasis sekularisme, mewajibkan siswi nonmuslim berjilbab adalah pelanggaran hak beragama.

Kewajiban memakai kerudung bagi nonmuslim mungkin saja keliru, namun bila itu diberlakukan kepada siswi muslim ya itu sah-sah saja. Sebab, syariat Islam sendiri memang memerintahkan bagi setiap perempuan baligh untuk menutup auratnya secara sempurna dengan memakai jilbab dan kerudung.

Kedua, waspadai menderasnya kembali isu intoleransi. Pucuk dicita ulam pun tiba. Mengangkat kembali isu intoleransi beragama seakan menemukan momennya. Lihat saja komentar keras yang bergulir.

Bahkan Nadiem, sang Mendikbud terlihat penuh 'semangat' mengomentari peristiwa ini. Ia meminta Pemda memberi sanksi terhadap pihak yang terbukti melakukan pelanggaran hak asasi.

"Selanjutnya saya meminta pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi tegas atas pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan, agar permasalahan ini jadi pembelajaran kita bersama ke depan," kata Nadiem.

Ketiga, waspadai gejala islamofobia. Bagi mereka yang gemar menstigma dan menyudutkan Islam, peristiwa ini akan selalu dipanasi hingga menggiring opini pelaku intoleransi kebanyakan dari kalangan muslim.

Masih ingat dengan kisah serupa di tahun 2014. Kala itu seorang siswi SMAN 2 di Bali dipaksa lepas jilbab. Jika ia masih ingin belajar di sekolah tersebut, saat itu ia diminta memilih lepas jilbab atau pindah sekolah.

Apakah komentar siswi Denpasar saat itu sederas komentar siswi Padang hari ini? Inilah pentingnya bersikap bijak dan adil terhadap satu peristiwa.

Khawatirnya, hal ini akan menguatkan kembali gejala Islamofobia. Jilbab dianggap memasung kebebasan berekspresi individu dan melanggar HAM.

Keempat, menutup isu krusial. Riuhnya jilbab terhadap nonmuslim terus bergulir di media sosial. Isu ini pun akhirnya sedikit menutupi isu-isu penting seperti korupsi bansos yang diduga menyeret elite partai merah.

Ada juga bencana banjir yang menguak kerusakan ekologis di Kalimantan. Ada utang yang terus memebengkak; pandemi yang terus memuncak; hingga korupsi BPJS ketenagakerjaan yang masih hangat diperbincangkan.

Sudah terlalu banyak peristiwa yang dijadikan momen untuk menyudutkan umat Islam mayoritas di negeri ini. Tuduhan intoleran juga kerap menimpa umat Islam meski faktahya berbeda dari yang dituduhkan.

Hanya saja, karena hal itu diaruskan dan terus menerua digaungkan, terciptalah opini publik dengan mengatakan umat Islam tidak toleran, terlalu fanatik beragama, radikal, dan ekstrem.

Mayoritas tapi seperti minoritas. Tatkala intoleransi menimpa umat Islam, mereka yang terbiasa vokal meneriakkan toleransi dan HAM mendadak diam.

Maka dari itu, pandanglah setiap peristiwa dengan kacamatan keadilan dan kebijaksanaan. Jangan sampai peristiwa ini dimanfaatkan kaum antiislam untuk menciptakan Islamofobia dan tudingan intoleransi kepada umat Islam. rmol news logo article

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA