Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DUBES IRAN DR. MOHAMMAD AZAD

Tidak Penting Siapa yang Menjadi Presiden AS

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-5'>TEGUH SANTOSA</a>
OLEH: TEGUH SANTOSA
  • Senin, 11 Januari 2021, 07:39 WIB
Tidak Penting Siapa yang Menjadi Presiden AS
Dutabesar Republik Islam Iran untuk Republik Indonesia, Dr. Mohammad Khoush Heikal Azad/RMOL
SEPERTI semua negara di muka bumi, di tahun yang baru berlalu Iran dihantam dan terdampak oleh gelombang pandemi Covid-19. Sejumlah pejabat tinggi Iran terinfeksi virus SARS Cov-2 dan beberapa di antaranya meninggal dunia.

Tetapi bukan hanya itu yang membuat 2020 menjadi tahun spesial bagi Iran. Tahun 2020 dibuka dengan peristiwa pembunuhan salah seorang figur penting di tubuh Pasukan Pengawal Revolusi Iran, Mayjen Qassem Soleimani. Ia dan rombongannya yang baru tiba di Baghdad, ibukota Irak, tewas dihantam rudal Amerika Serikat, 3 Januari 2020.

Sementara pada 27 November 2020 seorang ilmuwan dan ahli nuklir Iran, Prof. Mohsen Fakhrizadeh, tewas dibunuh oleh sekelompok orang yang memiliki kaitan dengan Israel di pinggiran kota Tehran. Pembunuhan Prof. Fakhrizadeh menambah panjang daftar kematian ilmuwan nuklir Iran oleh kaki tangan negara musuh.

Sebelumnya, antara 2012 dan 2012, pihak lawan telah lebih dahulu membunuh empat ilmuwan nuklir Iran, yakni Majid Shahriari, Masoud Alimohammadi, Darioush Rezaeinejad, dan Mostafa Ahmadi Roshan. Pembunuhan demi pembunuhan ini diyakini sebagai bagian dari upaya untuk menggagalkan program nuklir Iran baik untuk tujuan damai dan energi, maupun untuk tujuan pertahanan nasional.

Selain itu, pemerintahan Donald Trump yang telah menarik diri dari kerangka kerjasama nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) tahun 2018 lalu sepanjang 2020 juga memperkuat tekanan. JCPOA adalah kerangka kerjasama terkait nuklir Iran yang ditandatangani oleh Iran bersama lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman, yang disingkat P5+1, tahun 2015.

Hal-hal ini yang antara lain disampaikan Dutabesar Republik Islam Iran, Dr. Mohammad Khoush Heikal Azad, dalam wawancara dengan Republik Merdeka.  

Selain membahas berbagai isu di level regional dan internasional, hal lain yang dibicarakan dalam wawancara itu adalah relasi Iran dan Indonesia. Diakui bahwa tekanan Amerika Serikat pada Iran ikut mempengaruhi volume perdagangan kedua negara.

Bagi Dubes Mohammad Azad, Indonesia bukan negara baru. Ia pertama kali ditugaskan sebagai diplomat di Indonesia pada tahun 1989 sampai 1994. Pada periode 2005 sampai 2010 ia kembali ditugaskan ke Jakarta, kali ini sebagai Deputy Head of Mission.

Sebelum memulai tugasnya di Indonesia sebagai Dutabesar pada tahun 2019, Dubes Mohammad Azad bertugas sebagai Direktur Asia Timur dan Oseania (2010-2015), Penasihat Deputi Menteri Luar Negeri (2015-2018), dan Asisten Dirjen Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri Iran (2018-2019).

Berikut adalah kutipan wawancara Republik Merdeka dengan Dubes Mohammad Azad:

Tahun 2020 diawali sebuah peristiwa yang begitu tragis. Salah seorang tokoh penting dan berpengaruh Republik Islam Iran, Jenderal Qassem Soleimani, dibunuh oleh musuh Iran, Amerika Serikat, saat baru tiba di Irak. Di akhir November peristiwa yang kurang lebih sama kembali terjadi. Kali ini menimpa ilmuwan Iran, Mohsen Fakhrizadeh, yang dibunuh di pinggiran kota Tehran.

Tetapi sebelum membahas hal-hal seperti itu, saya ingin membahas suatu hal yang sedang kita hadapi bersama, yakni pandemi Covid-19. Di awal penyebaran pandemi ini Iran merupakan salah satu negara yang paling terdampak. Sejumlah pejabat tinggi Iran juga sempat terinfeksi dan ada yang meninggal dunia.

Bagaimana situasi terakhir di Iran terkait pandemi Covid-19?


Pertama, saya ucapkan terima kasih atas kehadiran Anda. Saya memang telah menantikan wawancara dengan Anda untuk mengenal Anda dan media Anda.

Saya ingin memberikan update terakhir terkait pandemi Covid-19 di Iran hingga hari ini (saat wawancara, 8 Desember 2020) terdapat 1 juta orang yang terpapar Covid-19. Alhamdulillah, 750 ribu di antaranya telah berhasil disembuhkan. Jadi, kasus aktif di Iran saat ini berjumlah 250 ribu kasus. Sayang sekali, 50 ribu orang meninggal dunia dari saat pertama pandemi sampai hari ini, dan total tes yang kami lakukan di Iran sebanyak 6,5 juta tes.

Kami memang telah memprediksi sebelumnya bahwa akan ada pelonjakan jumlah kasus dikarenakan beberapa faktor. Antara lain tibanya musim dingin dan penyakit influenza yang setiap tahun tersebar luas. Ini membuat gap kasus aktif di Iran dengan beberapa bulan yang lalu, dua atau tiga bulan yang lalu, yang hanya berjumlah 30 ribu orang kini mencapai 250 ribu orang.

Memang salah satu tantangan terkait dengan Covid-19, orang lama-lama akan terbiasa dengan Covid-19 dan tingkat kepatuhan masyarakat bisa naik dan turun. Maka dari itu di Iran telah terbentuk sebuah badan yang khusus menangani Covid-19 dan langsung diketuai oleh Presiden Republik Islam Iran, dan Kementerian Kesehatan memiliki peran inti di sana.

Untuk setiap kasus demi kasus mereka melakukan pendalaman untuk mengambil tindakan dan kebijakan. Misalnya beberapa hari lalu ibukota Tehran menjadi zona merah, dan diambil sebuah kebijakan. Karena kebijakan itu kini Tehran masuk ke zona oranye.

Masyarakat diminta untuk lebih patuh. Apabila mereka tidak patuh ada konsekuensi dan ada juga pembayaran denda yang dikenakan kepada masyarakat yang melanggar aturan.

Apakah ada tantangan khusus bagi Iran dalam menghadapi pandemi Covid-19?

Keadaan Iran terkait dengan Covid-19 berbeda dibandingkan negara lain dikarenakan sanksi dan tekanan maksimal Amerika Serikat terhadap Iran. Ada Covid-19, pada saat bersamaan ada sanksi dan tekanan yang semakin hari semakin dipertajam. Contohnya adalah permohonan Iran kepada International Monetary Fund (IMF) untuk mendapatkan pinjaman sebesar 5 miliar dolar AS dihalang-halangi oleh mereka dan Iran tidak berhasil mendapatkan pinjaman tersebut untuk dipergunakan agar dapat menangani Covid-19 dengan baik.

Bahkan uang Iran yang berada di luar negeri susah diakses, dan bahkan tidak bisa kami akses, untuk dipergunakan bagi kepentingan menangani Covid-19.

Pemerintah Donald Trump secara terbuka mengumumkan perang ekonomi terbuka terhadap Iran dan dalam perang ekonomi ini mereka sama sekali tidak memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, kasus Covid-19 yang meningkat, dan jumlah orang yang meninggal dunia.

Tetapi berkat infrastruktur kesehatan yang baik, tim medis yang terampil, yang sangat terkenal di Iran maupun di luar negeri, katakan saja misalnya dibandingkan Eropa, Iran berhasil untuk melakukan penanganan yang baik terhadap Covid-19.

Perang ekonomi Amerika Serikat terhadap Iran sama dengan kejahatan manusia. Ini yang sedang mereka lakukan. Di tengah Covid-19, mereka menghalangi akses Iran.

Bagaimana dengan pembuatan vaksin Covid-19?

Terkait dengan vaksin, banyak yang dilakukan Iran. Ada empat lembaga dan badan yang sedang melakukan penelitian terhadap vaksin Covid-19. Salah satu di antaranya telah masuk tes ke manusia. Kami berharap dalam bulan-bulan mendatang Iran sudah bisa memproduksi vaksin Covid-19 secara mandiri.

Kami melakukan kontak dekat dengan WHO, Republik Rakyat China, dan Federasi Rusia agar dapat menangani persoalan Covid-19 dengan baik. Kami juga sedang bernegosiasi dengan Korea Selatan agar dapat menggunakan uang kami di sana untuk melakukan pembelian-pembelian yang kami butuhkan yang berhubungan dengan Covid-19.

Bagaimana respon Korea Selatan atas hal itu?

Sedang diusahakan dan sedang dinegosiasikan. Harapan kami mereka lebih agresif dan lebih aktif untuk mengurus hal ini.

Amerika Serikat mengakui bahwa obat-obatan dan hal-hal lain yang terkait dengan Covid-19 tidak termasuk daftar sanksi. Tetapi, mengapa Iran sulit mengakses bila tidak termasuk dalam daftar sanksi?

Bagaimana hubungan Indonesia dan Iran dalam menangani pandemi Covid-19?

Memang telah ada komunikasi antara Presiden Hassan Rouhani dan Presiden Joko Widodo. Kedua belah pihak setuju melakukan kerjasama dan penukaran informasi agar dapat menangani Covid-19 dengan baik.

Kami juga beberapa kali telah melakukan pertemuan bilateral secara virtual antar Kementerian Kesehatan kedua negara, melakukan pertukaran informasi dan kerjasama di bidang Covid-19 dan ini sedang berjalan.

Apa yang bisa dipelajari Iran dari cara Indonesia menangani pandemi Covid-19 ini?

Persoalan Covid-19 di Iran dan di Indonesia berbeda. Populasi Indonesia begitu besar, 280 juta jiwa. Sedangkan di Iran hanya 80 juta jiwa. Tentu keadaan di Indonesia berbeda dengan keadaan di Iran dari segi jumlah masyarakat. Kami berharap pengalaman yang kami miliki dapat juga kami sampaikan kepada pihak Indonesia.

Tentu hasil dari pertukaran pengalaman ini adalah penawaran kerjasama dan kami berharap tawaran kerjasama ini dapat disepakati dan nantinya antar menteri kedua negara dapat ditangani.

Sudah berapa lama Yang Mulia bertugas sebagai Dutabesar di Jakarta?


1 tahun, 3 bulan, 18 hari.

Sebelum Covid-19 apakah Yang Mulia sudah sempat berkunjung ke berbagai kota di Indonesia?

Sebelumnya saya pernah bertugas di Indonesia. Jadi saya sempat berkeliling di banyak kota di Indonesia. Dari Sabang ke Merauke, saya pernah kunjungi.  

Bagaimana Anda membandingkan Indonesia dulu dan kini?

Ketika pertama kali ditugaskan di Indonesia di era Presiden Soeharto saat itu saya tidak melihat gedung-gedung yang tinggi dan jalanan yang lebar seperti yang saya lihat sekarang. Juga tulisan-tulisan seperti "Jagalah Kebersihan” dan “Dilarang Merokok” sudah tidak ada karena Jakarta sudah menjadi kota yang bersih, dan itu adalah perubahan sangat signifikan yang bisa saya lihat. Saya rasa kota-kota yang lain juga sama, bersih seperti Jakarta.

Berdasarkan pengalaman Anda bertugas di Indonesia, sekarang ini apa yang ingin dijadikan sebagai fokus dalam konteks hubungan kedua negara? Misalnya, di bidang teknologi karena Iran memiliki teknologi yang amat baik -- yang barangkali justru karena sanksi Iran bisa bangkit secara teknologi. Juga di bidang nuklir untuk tujuan damai, karena Indonesia juga membutuhkan partner di bidang itu…


Sanksi Amerika Serikat ini sebenarnya tidak hanya diterapkan terhadap Iran. Tetapi juga untuk negara-negara lain (yang ingin bekerja sama dengan Iran).

Memang sanksi, seperti yang Anda katakan, membuat Iran dalam keadaan yang terpaksa untuk mandiri, apapun yang kami butuhkan terpaksa kami penuhi sendiri. Ini membawa keberhasilan.  

Di era Presiden Joko Widodo saya melihat trend hubungan kedua negara sedang berkembang, dan kami menaruh harapan yang besar agar perkembangan terus terjadi.

Tetapi pandemi Covid-19 memang memperngaruhi segala sesuatunya. Mulai dari kerjasama ekonomi, dan lain-lainnya. Tetapi kami memiliki sebuah motto, yaitu, kami pasti akan kalahkan Covid-19 atas bantuan Allah Yang Maha Kuasa. Tetapi pada saat yang bersamaan kami harus belajar hidup berdampingan dan berdamai dengan Covid-19.

Walau di era Covid-19 kami tetap melakukan kerjasama dengan Indonesia. Misalnya, kami telah melakukan dua kali workshop secara virtual antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dan Kantor Wakil Presiden Iran bidang Keluarga dan Perempuan. Mereka melakukan pembahasan terkait dengan berbagai hal mengenai perempuan dan perlindungan anak.    

Atau, kami melaksanakan Hari Nasional kami di sini (2020). Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hadir, dan saya membacakan empat pantun. (Tertawa)

Dalam pidato saya di sini (saat Hari Nasional Iran) saya sampaikan bahwa hubungan Indonesia dan Iran tidak berlangsung hanya dalam 70 tahun. Hubungan kedua negara memiliki akar sejarah yang panjang.

Pak Hartarto juga menyampaikan arti penting membangun hubungan kedua negara di bidang ekonomi dan kami berharap kerjasama kedua negara dapat dikembangkan.

Bagaimana volume perdagangan kedua negara?

Kurang lebih, volume perdagangan antara Iran dan Indonesia sebesar 1 miliar dolar AS. Tetapi kapasitas dan kemampuan kerjasama kedua negara begitu luas, dan kami berharap ini bisa ditingkatkan.

Apakah trend-nya naik, atau flat?

Tentu saja setelah kesepakatan nuklir JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) volume perdagangan tersebut mencapai 2 miliar dolar AS. Namun setelah Trump menyatakan AS keluar secara sepihak dari kesepakatan, (volume perdagangan Indonesia-Iran) kembali menurun.

Sawit Indonesia mengalami persoalan di Eropa. Bila Indonesia dan Iran meningkatkan perdagangan di bidang minyak sawit, maka Indonesia memiliki market alternatif. Apakah hal-hal seperti ini pernah dibahas?

Tentu saja Iran selalu siap membeli minyak sawit dari Indonesia. Sebagian dari volume perdagangan kedua negara saat ini dihasilkan oleh perdagangan minyak sawit. Kami siap untuk meingkatkannya.

Untuk kerjasama di bidang nuklir apakah sudah ada perkembangan baru?

Iran tentu merupakan negara yang memiliki siklus lengkap energi nuklir. Iran merupakan salah satu dari enam negara anggota klub nuklir. Kami memiliki pengalaman yang baik. Kami memiliki pengetahuan yang baik. Kami selalu siap.

Apakah Indonesia belum pernah memperlihatkan keinginan untuk menjalin kerjasama bidang energi nuklir dengan Iran?

Belum. Kami menunggu.

Bagaimana dengan peluang peningkatan sektor wisata pasca Covid-19?

Dalam kaitan tersebut kami telah mengadakan pertemuan dengan ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies), dan menghadiri Rakernas mereka. Selain saya, yang juga hadir Dubes Malaysia dan Menteri Pariwisata Indonesia. Kami membahas bersama Indonesia untuk mengadakan koridor perjalanan yang aman bagi warga kedua negara untuk mengunjungi satu sama lain di era pandemi Covid-19.

Kami juga mengusulkan kepada ASITA untuk mengadakan pameran virtual daya tarik pariwisata kerajinan tangan Iran dan Indonesia untuk menarik perhatian wisatawan kedua negara.

Sekarang saya ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai sejumlah isu regional. Apakah di tengah pandemi Covid-19 ada perkembangan baru terkait hubungan Iran dan Arab Saudi di Yaman? Apakah pandemi Covid-19 membuat semua pihak memiliki kepala yang lebih dingin untuk mencari solusi damai? Juga, bagaimana dengan keputusan Amerika Serikat mendukung Jerussalem sebagai ibukota Israel. Tampaknya sikap negara-negara Timur Tengah berbeda dalam isu Arab-Israel. Beberapa telah memperbaiki hubungan dengan Israel.

Tentu saja, ketika Amerika Serikat mengakui Al Quds sebagai ibukota rezim Zionis Israel, kami mengutuk kebijakan ini. Indonesia juga memiliki sikap yang sama karena kebijakan Amerika Serikat ini bertentangan dengan Konstitusi Indonesia yang tidak membenarkan adanya pendudukan di negara lain.

Menurut kami mendukung kebijakan ini sama dengan mendukung penjajahan dan melegalkan tindakan tersebut. Bahkan, dari pemerintahan di Palestina, Mahmoud Abbas, menyatakan tidak menyetujui dan menolak kebijakan AS tersebut.

Menteri Luar Negeri Iran, M. Javad Zarif, selalu menyatakan, kami siap melakukan dialog dan pembicaraan dengan negara-negara di kawasan kami. Iran memiliki hubungan baik dengan banyak negara di kawasan. Hanya ada sedikit negara di kawasan yang memiliki isu yang perlu dibicarakan lebih lanjut. Kebijakan Republik Islam Iran adalah dialog antar negara-negara kawasan untuk negara-negara kawasan melalui kerjasama kolektif untuk memelihara keamanan secara kolektif dan bersama-sama.

Baru-baru ini ada beberapa negara Arab yang menyampaikan keinginan mereka agar dilibatkan dalam negosiasi yang berhubungan dengan JCPOA dalam pemerintahan Joe Biden mendatang.

Dr. Zarif dalam jawabannya menyampaikan bahwa Iran selalu siap untuk melakukan pembicaraan dengan negara-negara kawasan dan beberapa kerangka telah diusulkan, antara lain dialog regional HOPE, Hormuz Peace Endeavour. Melalui pendekatan ini dilakukan negosiasi di tingkat  kawasan untuk negara-negara kawasan dan Iran percaya keterlibatan pihak-pihak asing dalam urusan kawasan selalu menjadi sumber masalah, karena mereka selalu menyuarakan Iran-phobia dan membuat persoalan.

JCPOA merupakan isu nuklir Iran. Kami tidak akan membahas isu regional dengan negara-negara di luar kawasan. Kami selalu selalu siap bernegosiasi dengan negara-negara kawasan kapanpun.

Rezim Zionis Israel sedang berada di titik yang terdesak, pemerintahan Trump secara terburu-buru membantu kebijakan normalisasi hubungan Zionis Israel dengan beberapa negara kawasan.

Sebelumnya, mereka menyuarakan dan memberikan usulan yang gagal untuk diterapkan. Sekarang mereka mengambil pendekatan lain.

Setelah sekian puluh tahun berlalu, apakah solusi konflik Palestina-Israel adalah Israel angkat kaki dari daerah yang mereka klaim, atau apakah solusinya adalah pengakuan terhadap kedua negara. Kebijakan apa yang bisa meringankan beban penderitaan bangsa Palestina?

Iran memiliki usulan dalam hal ini, dan usulan ini telah disampaikan secara resmi ke PBB. Usulan kami garis besarnya adalah referandum dengan melibatkan berbagai elemen dari masyarakat Palestina agar mereka menentukan bentuk pemerintahan, politik, dan masa depan mereka sendiri. Dalam arti, berbagai golongan masyarakat Palestina, Muslim, Yahudi, Kristen, dan lain sebagainya ikut dalam referandum tersebut.

Referandum ini secara langsung bisa diawasi dan dimonitor badan-badan internasional, khususnya PBB. Saya merasa ini adalah sebuah solusi yang dapat menyelesaikan. Solusi lain kelihatannya sulit dicapai.

Referandum dengan pertanyaan apa?

Pertanyaannya tentang bentuk pemerintahan apa yang diharapkan. Usulan ini memiliki sejumlah detail. Saya akan sebutkan beberapa di antaranya. Pertama, terbentuk sebuah Komite di mana para pengungsi Palestina di luar negeri akan dipulangkan ke tanah air mereka. Yang boleh mengikuti referandum adalah masyarakat asli di sana, bukan para pendatang.

Kemudian melalui pemilihan umum dan referandum, mereka akan menentukan sendiri nasib negara mereka, dan nasib para pendatang ke wilayah tersebut.

Tentu ini memiliki serangkaian detail, di mana kami memiliki naskahnya.

Tentu Barat selalu menyuarakan demokrasi itu penting. Dan usul kami ini adalah sebuah usulan yang demokratis. Jadi yang boleh ikut adalah orang dengan kepercayaan apapun Yahudi, Kristen, Islam, yang berasal dari Palestina. Mereka yang mengungsi dari luar negeri harus ikut  memberikan suara.  

Apakah itu berarti institusi Palestina dan Israel dianggap tidak ada dulu?

Tentu demokrasi itu penting, dan demokrasi bertujuan untuk menyelesaikan masalah. Pertanyaannya bagaimana kami menyelesaikannya? Usuan kami adalah usulan yang demokratis.

Bagaimana dengan isu Yaman?

Tentu Iran menyampaikan kesiapannya membahas isu ini dalam kerangka dialog regional. Isu Yaman memprihatinkan. Lebih dari 17 ribu jiwa yang mati syahid. Lebih dari 13 ribu masjid yang dihancurkan. Dan 20 juta masyarakat Yaman berada di golongan miskin, di antaranya 8 juta berada di golongan sangat miskin. Ini membuat badan-badan internasional berteriak-teriak terkait nasib masyarakat Yaman.

Dan kami telah menyampaikan kesiapan kami untuk membahas ini dalam kerangka yang tadi.

Sebelum menjadi satu Yaman, ada Yaman Utara dan Yaman Selatan. Apakah solusi Yaman Utara dan Yaman Selatan termasuk yang dibayangkan Iran?

Demokrasi merupakan hal yang baik. Dan hal ini harus ditentukan oleh pembicaraan yang dilakukan antar berbagai kelompok yang berasal dari Yaman.

Awal tahun 2020 dibuka dengan pembantaian terhadap Jenderal Qassem Soleimani. Kemudian menjelang akhir November 2020 ilmuwan Iran, Mohsen Fakhrizadeh, dibunuh oleh kaki tangan musuh Iran. Apakah ada bayangan sebelum Donald Trump dan sekutunya meninggalkan Gedung Putih, mereka akan melancarkan serangan ke Iran?

Ini adalah hal-hal yang disampaikan dalam berbagai media. Sebelumnya juga disampaikan akan ada kejutan di akhir Oktober 2020. Sekarang kita sudah berada di bulan Desember 2020. Pada tanggal 20 Januari 2021, pemerintahan Amerika Serikat akan berganti.

Posisi Iran sangat jelas. Mungkin saja akan ada pihak-pihak yang akan memulai perang terhadap Iran, tetapi kami yang akan melanjutkan dan mengendalikan perang ini. Titik akhir dari perang ini ada di kami.

Pembunuhan terhadap Prof. Fakhrizadeh adalah teror. Ini adalah wujud nyata dari upaya rezim Zoinis Israel yang menjajah Al Quds untuk menyebarluaskan ketegangan di kawasan Timur Tengah dan mengundang reaksi dari Iran dengan menyebarkan Iranphobia, agar negara-negara Barat datang dan mendukung rezim Zionis melawan Iran.

Mereka sebelumnya melakukan pendekatan yang sama, terorisme negara, dengan melakukan tindakan serupa. Di tahun 2010 dan 2011 mereka membunuh Syahid Majid Shahriari, Syahid Masoud Alimohammadi, dan lain sebagainya. Mereka adalah ilmuwan Iran yang diteror dan dibunuh.

Mereka memiliki satu tujuan yaitu menghalangi kemajuan ilmu nuklir di Republik Islam Iran melalui teror terhadap pribadi-pribadi yang memiliki peranan kunci dalam aktivitas nuklir Iran.

Mereka selalu mengatakan akan melancarkan perang melawan Iran. Ini membuat kawasan kami menjadi tidak stabil. Pada saat bersamaan rezim Zionis Israel berada di titik yang begitu lemah dan terpojok.

Karena itulah (Israel melemah) mereka mengembangkan Iran-phobia dan menyebarluaskan isu pertikaian di kawasan Timur Tengah. Mereka ingin mengubah isu di kawasan ini dari isu pendudukan Israel di Palestina, menjadi isu Iran dan Iran-phobia di kawasan.

Di era Presiden Obama perhatian terhadap isu Palestina begitu tinggi dan selalu disampaikan pernyataan-pernyataan bahwa masyarakat Palestina dan Israel harus setara. Bila masyarakat Israel bersepatu, masyarakat Palestina juga harus bersepatu.

Pendekatan terorisme negara Amerika Serikat sebelumnya tidak disenangi Israel, apalagi akhirnya terjadi kesepakatan nuklir dengan Iran. Maka dari itu mereka hendak mengubah segala sesuatu, dan kini menyebarkan kabar bahwa ada pertikaian di kawasan dan membuat kawasan kami tidak stabil.

Baru-baru ini kita mendengar Newsweek memberitakan isu kesehatan Pemimpin Spiritual Republik Islam Iran.

Misalkan saya melihat seorang jurnalis yang berada di London, menyampaikan berita mengenai kondisi kesehatan Pemimpin Agung Iran dan ini dipublikasikan oleh Newsweek. Walaupun setelah itu Newsweek menyampaikan mereka tidak bisa membenarkan informasi tersebut.

Tetapi berita itu ada, dan beberapa media di Indonesia lainnya juga memberitakan hal ini.

Mereka terus mencoba menjadikan Iran sebagai isu. Sekarang bukan lagi menjadikan Iran sebagai isu di kawasan, melainkan menjadikan Iran sebagai isu di Iran.

Tujuan dari tekanan maksimal mereka kepada Iran ada satu, yaitu membuat masyarakat Iran turun ke jalanan dan memprotes pemerintah.

Dalam pemberitaan ini juga disampaikan bahwa Pemimpin Spiritual Iran telah menyerahkan tugas-tugasnya kepada anaknya agar menjalankan sisa dari tugasnya.

Sedangkan ini bertentangan dengan UU Republik Islam Iran, di mana Dewan Ahli memiliki tugas untuk melakukan pemilihan terhadap Pemimpin Agung apabila diperlukan.

Ini merupakan sebuah penyalahgunaan yang dilajukan dengan tujuan politik oleh media-media yang berasal dari Barat. Beberapa tahun belakangan ini kami juga mendengar berita yang sama.

Untuk peristiwa pembunuhan Jenderal Soleimani dan Prof. Fakhirzadeh ada situasi yang sedikit berbeda. Jenderal Soleimani dibunuh tidak lama setelah tiba di Irak, dan Iran segera melakukan pembalasan. Sementara, Prof. Fakhrizade dibunuh di pinggir kota Tehran. Ini membuat banyak orang yang mempertanyakan tingkat keamanan di Iran. Juga, apakah tidak akan ada pembalasan atas kematian Prof. Fakhrizadeh. Atau, Iran sedang menunggu waktu?

Respon adalah hal yang pasti. Tetapi waktu dan tempat akan ditentukan oleh Iran.  
Tadi Bapak menanyakan soal keamanan di Iran. Selama satu tahun belakangan ini institusi intelijen Iran telah berhasil menangkap beberapa pemimpin kelompok yang melakukan serangan dan teror juga yang akan melakukan serangan dan teror di Iran.  Ini merupakan keberhasilan yang luar biasa.

Karena itu mereka terus berusaha melancarkan serangan ke Iran untuk menutupi keberhasilan-keberhasilan kami dan kegagalan-kegagalan mereka. Jika terjadi perang akan menguntungkan Israel dan Israel berusaha untuk melakukan hal itu.

Joe Biden telah terpilih dan tengah menunggu pelantikan. Apakah Joe Biden memiliki kebijakan luar negeri yang lebih soft terhadap Iran? Lalu menurut Anda apakah wajah dari konflik perdagangan antara China dan Amerika Serikat akan berubah?

Sebelum saya menjawab, saya lupa satu hal mengenai pembunuhan Prof. Fakhrizadeh. Saya ingin memberikan tambahan penjelasan bahwa negara-negara tetangga Iran di kawasan telah mengutuk pembunuhan ini. Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia telah mengutuk serangan ini.

Kami berharap seluruh negara di kawasan ini, termasuk Indonesia, menyampaikan kutukannya terhadap serangan ini. Terorisme adalah sebuah kejahatan yang tidak bisa dibenarkan, dan tidak memiliki batasan, serta memiliki identitas yang jahat.

Tentu untuk mencegah terorisme agar tidak menyebar ke negara lain, dan dalam rangka untuk mendukung multilateralisme melawan terorisme, semua negara di dunia harus bersikap yang sama, yakni mengutuk berbagai bentuk terorisme.

Berkaitan dengan pertanyaan Bapak, bagi Iran tidak begitu penting siapa yang menjadi Presiden Amerika Serikat. Ini adalah isu internal Amerika Serikat. Masyarakat yang menentukan dan memilih presiden yang mereka harapkan.

Bagi kami, sikap dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang penting. Kami berharap Amerika Serikat memainkan peran sebagai negara yang normal yang patuh terhadap peraturan.

Presiden terpilih Joe Biden dalam berbagai kesempatan ketika kampanye mengatakan dia akan kembali ke kesepakatan nuklir dan meniadakan berbagai sanksi sepihak terhadap Iran.

Saya kutip dari Yang Terhormat Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi bahwa JCPOA adalah simbol dari berbagai kesepakatan internasional dan pendekatan multilateralisme. Dan, JCPOA yang diendorse oleh Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB menjadi sebuah kerangka.

Amerika Serikat dapat kembali kepada kesepakatan ini. Namun yang jelas kami tidak akan melakukan negosiasi ulang terhadap apa yang telah kami sepakati sepelumnya.

Kata kuncinya adalah Amerika Serikat harus melaksanakan komitmennya sesuai JCPOA. Apa logika yang mendasari kesepakatan ini sebenarnya? Normalisasi hubungan perdagangan antar Iran dan berbagai negara di dunia.

Tetapi dengan keluarnya Amerika Serikat dari kesepakatan ini, tujuan-tujuan ini tidak bisa dicapai.

Tahun lalu di Dewan Keamanan PBB Indonesia memberikan dukungan yang besar untuk Iran...

Saya ingin mempergunakan kesempatan ini untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah Indonesia. Ketika menduduki jabatan Presiden Keamanan PBB di bulan Agustus 2020, Indonesia mengambil tindakan dan langkah yang begitu tegas melawan unilateralisme di dunia.

Kami melihat 13 dari total 15 anggota Dewan Keamanan PBB menolak apa yang Amerika Serikat namakan dengan snapback, upaya Amerika Serikat untuk mengembalikan sanksi persenjataan terhadap Iran.

Indonesia belum memberikan kecaman atas pembunuhan Prof. Fakhrizadeh. Sementara Iran berharap kecaman diberikan. Apakah Iran pernah meminta hal itu secara langsung?

Tentu yang kami lakukan adalah menyampaikan informasi kepada pejabat tinggi Indonesia melalui Menteri Luar Negeri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA