"Sudah sepantasnya Komnas Ham merekomendasikan dibentuknya KPP HAM dan membawa siapa pun pelakunya kepengadilan HAM," kata Satyo kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/12).
Menurutnya, hal ini penting agar peristiwa berdarah di Tol Jakarta-Cikampek itu menjadi ingatan bangsa Indonesia dikemudian hari sekaligus memperlihatkan kepada dunia International bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa beradab yang menghormati dan menghargai demokrasi dan hak asasi manusia.
Disisi lain, Satyo menambahkan, hingga saat ini argumen yang dibangun oleh Polda Metro Jaya terhadap tewasnya enam laskar FPI belum sepenuhnya mendapat kepercayaan publik.
Seiring waktu dalam perkembangannya, masyarakat justru menjadi semakin bingung, sebab lebih banyak lagi kejanggalan sejak pertama kali diumumkan melalui konferensi pers oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran hingga pada akhirnya semua kasus terkait HRS diambil alih oleh Bareskrim Polri.
"Dalam sistem negara demokrasi peran kepolisian itu diatur secara ketat dengan seperangkat aturan sebut saja dari UU 2/2002 Tentang Kepolisian RI hingga peraturan internal kepolisian yang merujuk kepada konvensi HAM, terlebih para pendahulu Polri telah membangun tradisi Promoter sebagai marwah agar Polri sanggup menjadi institusi yang profesional, merubah kultur dan mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat," urai Satyo.
Kini, kata Satyo, masyarakat berharap kepada Komnas HAM agar bisa bekerja profesional, terbuka, berani dan jujur demi keadilan dan niat luhur guna melengkapi satu persatu dari bagian potongan "puzzle" misteri peristiwa di KM 50 agar terang benderang.