Dokter Spesialis Forensik Instalasi Dokfor Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Kramat Jati Jakarta Timur, Arif Wahyono mengatakan, jenazah Yodi sempat dilakukan tes narkoba saat otopsi. Hasilnya dipasikan mengandung amfetamin atau ekstasi.
"Hasil screening narkoba, di dalam urine (Yodi) kami temukan ampetamin positif," kata Arif di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7).
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Tubagus Ade Hidayat menambahkan, kandungan ekstasi di dalam tubuh Yodi memperkuat dugaan bunuh diri. Sebab, berdasarkan keterangan ahli psikologi forensik, pengguna ekstasi bisa memiliki tingkat keberanian yang tinggi melebihi orang normal.
Keterangan tersebut sekaligus menggambarkan bagaimana luka tusuk di dada dan leher. Akibat pengaruh obat-obatan itu yang diduga memacu adrenalin Yodi menusuk dirinya berulang kali.
"Apa pengaruhnya yang oleh orang normal tidak mungkin? Meningkatkan keberanaian orang luar biasa. Maka yang harus diukur pengaruh amfetamin terhadap keberanian yang tidak mungkin dilakukan korban," jelas Tubagus.
Tubagus mengatakan, penyidik telah melakukan analisa mendalam terhadap temuan di TKP, hasil otopsi, barang bukti, keterangan saksi hingga keterangan ahli. Seluruh mendapat hasil yang diduga kuat bahwa Yodi meninggal karena bunuh diri.
"Dari beberapa faktor penjelasan TKP, saksi ahli, saksi, olah TKP, keterangan yang lain dan bukti petunjuk yang lain, penyidik berkesimpulan diduga kuat melakukan bunuh diri," pungkasnya.
Yodi sendiri ditemukan tidak bernyawa di Pinggir Tol JORR Jalan Ulujami Raya, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (10/7), sekitar pukul 11.00 WIB. Jenazah tampak mulai membusuk setelah tiga hari ditemukan.