Hal itu disampaikan oleh senior ekonom, Rizal Ramli saat berbincang dengan Presiden Konfederasi Serikat Pekerjaan Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Mereka membahas sejumlah isu termasuk kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS.
Percakapan Rizal dan Said, seperti video yang diunggah di akun YouTube Negarawan ID dengan judul "Cerdas![Rizal'sViewPoints] bersama Said Iqbal Bahas Defisit BPJS dan Kartu Prakerja Vs Keadilan Sosial" pada Jumat (5/6).
Rizal mengatakan, dia sering kali mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait iuran BPJS Kesehatan. Mayoritas masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah marasa berat terhadap iuran BPJS Kesehatan.
"Supir taksi selalu ngadu, Pak Ramli, keliatannya memang kecil iuran kelas 3, saya sih maunya cuma buat anak saya satu aja, yang paling kecil yang sakit-sakitan, tapi kan ini gak bisa, harus satu keluarga, kalau kita punya anak 3, kali lima, punya anak empat ya kali 6, jadi kita gak sanggup pak Ramli tolong," ucap Rizal Ramli.
"Jadi kadang-kadang yang pejabat ini gak pernah miskin sih ya, udah terlalu enak dia pikir ah duit Rp 35 ribu berapa sih. Memang buat golongan menengah ke atas gak ada artinya, tapi kalau di kaliin 5 (terasa beratnya)," sambung Rizal.
Apalagi kata Rizal, terkait denda telat pembayaran iuran BPJS Kesehatan pun juga menambah beban masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
"Jadi kita harus selesaikan ini, sebetulnya masalahnya gak ribet amat," kata Rizal.
Selain itu, lanjutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini juga waktunya tidak tepat di saat rakyat sedang susah, harga kebutuhan naik serta di tengah Pandemik Covid-19 yang membuat rakyat semakin kesulitan ekonomi.
"Memang pemimpin itu gak perlu ngerti teknis dan Presiden dimana pun gak ngerti soal teknis, tapi dia minimal punya hati," terang Rizal.
Rizal pun mencontohkan, jika BPJS mengalami kerugian, maka seharusnya Presiden meminta anak buahnya untuk memikirkan cara lain selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan agar tidak membebani rakyat.
"Jadi misalnya BPJS merugi, pasti anak buah bilang, "Pak ini dinaikkan aja begini". Kalau Presiden yang punya hati, dia bilang "saya gak mau, pokoknya saya gak mau, kamu pikirin cara yang lain"," jelasnya.
Rizal pun mencontohkan kepemimpinan Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid alias Gusdur. Ia yang kala itu diangkat menjadi Kepala Bulog diminta oleh Gusdur untuk mengeluarkan kebijakan yang membuat petani senang.
"Saya ingat waktu Gusdur dulu ngangkat saya ketua Bulog. Gus tugas saya apa gus, "pokoknya kamu bikin senang hati petani, bagaimana caranya, saya gak ngerti itu urusan kamu, jangan kamu bikin petani susah". Nah kan jelas kan, jadi kebijaksanaan yang rugikan petani kita gak lakukan, kebijaksanaan yang bikin senang petani, kita lakuin," ungkapnya.
Tak hanya itu, Rizal pun mencontohkan kepemimpinan Presiden RI kedua, Soeharto yang membuat petani maupun rakyat senang.
"Atau Pak Harto lah. Pak Harto tuh kan selalu merasa dia nih anak petani, dia yang penting petani juga happy supaya rakyat senang, jadi kalau ada menterinya yang ngaco-ngaco, ngerugiin petani, dia sikat," tutur Rizal.
Dengan demikian, Rizal mengaku bingung dengan Presiden Jokowi yang dinilai tidak mempunyai hati terhadap rakyatnya.
"Saya suka bingung sama Mas Jokowi, kok kaya gak ada hatinya gitu loh, kan bisa bilang (ke menterinya), "kamu kan pintar-pintar, cariin dong jalannya, masa cuma bisanya cuma menaikin, masa bisanya cuma ngutang, kreatif dikit kek" gitu loh," katanya.
"Jadi saya bertanya, Pak Jokowi mungkin secara teknis gak menguasai masalah, apalagi angka-angka tapi masa gak punya hati juga," pungkasnya terheran.
BERITA TERKAIT: