Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Demokrasi Dan Meningkat Radikalisme Hindu Di India

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Rabu, 22 Januari 2020, 14:24 WIB
Demokrasi Dan Meningkat Radikalisme Hindu Di India
Kar Sevak/Net
POPULISM and social media: politicians spread a fragmented ideology yang ditulis oleh Sven Engesser menguatkan pendapat sejumlah ilmuwan politik, bahwa berkembangnya populisme dalam dunia politik yang dipicu dan dipacu oleh perbedaan suku, etnis, dan agama, tidak bisa dilepaskan dari masifnya penggunaan media sosial di masyarakat di semua negara.

Di India yang penduduknya multi etnis dan agama, perbedaan agama sejak lama telah dimanfaatkan oleh kolonialisme Inggris untuk mempertahankan kekuasaan, dengan cara mengembangkan politik belah bambu dan politik adu domba, khususnya antara penganut Islam dan hindu.

Hal ini telah mengakibatkan pecahnya anak benua India tahun 1947, saat wilayah ini ditinggalkan kolonialis Inggris. Pakistan dan India kemudian terbelah berdasarkan alasan agama. Wilayah yang mayoritas beragama Islam bergabung dengan Pakistan, sementara yang mayoritas beragama Hindu bergabung dengan India.

Jika Pakistan mendeklarasikan diri sebagai negara Islam, maka India mendeklarasikan diri sebagai negara sekuler, yang memberi tempat dan kedudukan  yang sama kepada semua kelompok atnis dan agama.

Inilah yang menjadi alasan, kenapa tidak semua penganut Islam meninggalkan India untuk bergabung dengan Pakistan. Karena itu, jumlah penganut Islam di India sampai saat ini masih besar, yakni sekitar 200 juta diantara mayoritas penganut Hindu yang mencapai lebih dari satu miliar.

Perlu diketahui, sejak merdeka India dipimpin oleh partai-partai politik yang mempertahankan jati dirinya sebagaimana saat negara ini didirikan. Akan tetapi, sejak Partai Bharatiya Janata (BJP) yang juga dikenal sebagai Partai Nasionalis Hindu yang kini dipimpin Perdana Mentri Narendra Modi berkuasa, situasinya berubah.

Sebenarnya riak-riak gejolak sudah mulai muncul tahun 1980-an dan mulai mengkristal tahun 1990-an, ketika populisme mulai menggema di seluruh dunia, akibat meluasnya penggunaan media sosial. Para aktivis BJP memanfaatkan sentimen anti Islam yang sudah terkubur lama di India, untuk mengkonsolidasi penganut Hindu, dalam rangka memperluas dukungan politik.

BJP kemudian bermetamorfose dari partai moderat menjadi partai fundamentalis Hindu, dan secara terbuka menyatakan anti Islam. Korban pertama yang sampai di telinga masyarakat internasional adalah dihancurkannya Masjid Babri yang memiliki nilai sejarah sangat tinggi, karena didirikan oleh dinasti Mughal tahun 1527.

Nama sebenarnya masjid yang kini sudah rata dengan tanah ini adalah Masjid-i-Janmasthan, berlokasi di Kota Ayodya, Uttar Pradesh. Akan tetapi ia lebih dikenal dengan sebutan Babri, merujuk pada nama pendiri dinasti Mughal yang dipanggil Babur yang memerintahkan pembangunanya.

Umat Hindu mengklaim, masjid ini dibangun di atas tanah bekas kawasan kuil tempat kelahiran Sri Rama. Masjid ini dihancurkan dengan alasan, umat Hindu akan membangun kembali kuil Sri Rama.

Dalam sebuah kampanye anti Islam yang dimotori kelompok fundamentalis Hindu, terutama yang tergabung dalam VHP dan BJP yang berhasil memibilisasi sekitar 150 ribu orang yang dikenal dengan Kar Sevak. Massa inilah kemudian menimbulkan huru-hara dan kerusuhan sosial yang menelan korban manusia lebih dari 2.000 orang, disamping luluh-lantaknya masjid Babri pada tahun 1992.

Sejak saat itu kekerasan terhadap umat Islam di India terus meningkat, bersamaan dengan meningkatnya dukungan terhadap BJP. Kini suasananya sudah sampai pada situasi, dimana semakin keras tekanan terhadap penganut Islam dilakukan, maka semakin besar pula dukungan didapat dari penganut Hindu.

Korban terbaru yang sampai saat ini masih memghiasi berbagai media di seluruh dunia adalah masyarakat Muslim Kahsmir, dengan dicabutnya Undang Undang (pasal 370). Undang-undang ini, memberikan status khusus pada Jammu dan Kashmir, sehingga memberikan kebebasan mereka untuk mengurus semua hal, termasuk memiliki konstitusi dan bendera sendiri, sebagai bagian dari cara untuk menjaga keunikan identitas budaya yang mereka miliki.

Pertanyaannya, sampai kapan tekanan politik seperti ini dimainkan oleh para petinggi BJP, sebagai cara untuk mendapatkan dukungan politik dari mayoritas pemilik suara?

Mungkin saja cara ini akan menjadi cara yang efektif untuk mendapatkan dukungan mayoritas secara cepat, akan tetapi apakah cara seperti akan membawa kebaikan untuk kepentingan jangka panjang bagi bangsa dan negara India?

Mungkin saja para aktivis BJP yang larut dalam political game seperti ini tidak sadar, bahwa mereka sedang mendorong separatisme baru, yang akan bermuara pada pecahnya India, dan lahirnya Pakistan atau Bangladesh baru. Wallahu'alam. rmol news logo article

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA