RMOL. Namanya Geng Shuang. Pria kelahiran April 1973 ini menjadi diplomat paling dikenal di Indonesia dalam beberapa hari terakhir.
Adalah
Shuang, dalam jumpa pers di hari Selasa, 31 Desember 2019, yang
menjelaskan posisi negaranya terkait insiden pelanggaran wilayah yang
dilakukan Coast Guard China dan kapal-kapal nelayan negara komunis itu
di perairan Natuna, Indonesia.
Atas pelanggaran wilayah itu,
sehari sebelumnya, Senin, 30 Desember 20119, Kemlu RI telah memanggil
Dubes China di Jakarta dan mengirimkan nota keberatan.
Seperti
pendahulunya, Shuang secara konsisten menegaskan sikap negara itu pada
isu Laut China Selatan. Bahwa China memiliki wilayah perairan seperti
yang mereka gambarkan dalam sembilan garis-putus.
Ia tak peduli
bahwa klaim itu menabrak wilayah perairan negara-negara Asia Tenggara di
kawasan, mulai Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, sampai Malaysia,
juga menabrak Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia yang diakui dalam
Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982.
Yang juga tidak ada bagi
Shuang, seperti juga bagi senior-seniornya di Kemlu China, adalah
keputusan Tribunal Permanent Court of Arbitration (PCA) di Belanda
terkait sengketa negara itu dengan Filipina di Kepulauan Spratly.
Tribunal
di bulan Juli 2016 telah memutuskan bahwa klaim China di perairan
Spratly tidak berdasar. Apa yang mereka sebut sebagai "klaim sejarah"
sama sekali tidak bisa dianggap ada. Termasuk tidak ada di dalam UNCLOS
1982.
Tetapi, juga seperti senior-seniornya, Shuang tidak peduli.
Dosen
hubungan internasional dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, menggambarkan China seperti hidup
di era Kublai Khan, beberapa ratus tahun lalu, dari 1271 sampai 1294,
yang menganggap mereka bisa memaksa negara mana saja untuk membayar
upeti kepada mereka dan mengaku takluk di hadapan tahta Dinasti Yuan.
Jawaban yang disampaikan Shuang membuat pihak Indonesia semakin panas.
Dalam
keterangan di hari Rabu, 1 Januari 2019, Kemlu RI menolak apa yang
disebut sebagai klaim sepihak atau unilateral, juga klaim sejarah, China
itu.
Shuang tak mau kalah.
Dalam
jumpa pers kemarin, 2 Januari 2020, ia awalnya enggan menjawab
pertanyaan soal insiden pelanggaran wilayah perairan Natuna. Karena
menurutnya, ia sudah memberikan jawaban yang tegas dalam kesempatan
sebelum itu.
Namun akhirnya, Shuang mengatakan, China akan tetap pada klaim mereka di perairan itu, apakah Indonesia mau menerima atau tidak.
Hari ini, Jumat, 3 Januari 2020. pengaruh Geng Shuang terlihat semakin nyata.
Di
Jalan Medan Merdeka Barat, di Kantor Menko Polhukam RI, menteri-menteri
senior Indonesia berkumpul untuk merumuskan jawaban atas
pernyataan-pernyataan yang disampaikan Shuan.
Seorang jurubicara
kelahiran 1973 dihadapi oleh Menko Mahfud MD, Menhan Prabowo Subianto,
Menlu Retno Marsudi, Kepala Menhub Budi Karya, Menkumham Yasonna Laoly,
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Bakamla Laksdya A.
Taufiq R.
Gentarkah Geng Shuang? Rasanya tidak. Tidak akan.
Dia tahu, dia di pihak yang kuat.
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: