Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jalur Evakuasi Defisit BPJS Kesehatan

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yudhi-hertanto-5'>YUDHI HERTANTO</a>
OLEH: YUDHI HERTANTO
  • Selasa, 29 Oktober 2019, 20:43 WIB
Jalur Evakuasi Defisit BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan/Net
PERLU penanganan segera. Melebarnya defisit BPJS Kesehatan, menyampaikan pesan tentang masa depan program kesehatan nasional.

Sekurangnya terdapat situasi di mana seluruh pihak terkait menunggu dalam ketidakpastian, di mana dana bailout selisih anggaran BPJS Kesehatan tidak segera ditambal oleh pemerintah.

Nilai akumulasi defisitnya hingga 2019, diperkirakan akan menyentuh Rp 32 triliun. Dibutuhkan gerak cepat dan perhatian oleh para pihak terkait guna menuntaskan persoalan tersebut secara komprehensif.

Gerakan moral yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Terawan untuk menyumbangkan gaji dan tunjangan kinerjanya kepada BPJS Kesehatan merupakan niat mulia. Tetapi hal itu tidak mencukupi. Memerlukan gerakan sistematik dan terstruktur, guna menyelesaikan problem defisit tersebut.

Langkah progresif dengan menaikan cukai rokok rerata tertimbang sebesar 23 persen perlu diapresiasi. Setidaknya dalam dua hal;
(a) menambah income pendapatan cukai rokok,
(b) mereduksi jumlah perokok dan angka kesakitan akibat merokok.

Efektifkah? Masih diperlukan trial lapangan. Pada beberapa kajian ekonomi, kehendak merokok akan tereliminasi ketika harga jual eceran rokok di atas Rp 70 ribu. Bila titik optimum harga untuk berhenti merokok belum terlampaui, konversinya terjadi melalui penurunan jumlah konsumsi rokok.

Dengan kenaikan baru diperkirakan dampak domino pada harga eceran mengalami kenaikan 35 persen, sehingga belum akan terlihat dampak domino langsung secara signifikan. Tetapi hal itu perlu diacungi jempol sebagai sebuah kebijakan.

Solusi Naik Premi

Gagasan yang diusung dan telah banyak dibicarakan adalah soal naik tarif premi BPJS Kesehatan, sebesar 100 persen untuk kelas 1 dan 2, nampak menjadi opsi yang realistis. Hal itu merupakan penyelesaian ad hoc, sebagai solusi parsial. Namun harus dilakukan.

Bila dirunut ke belakang, skema negatif arus cash flow BPJS Kesehatan terjadi karena berbagai faktor penyebab. Dimulai dari persoalan kepatuhan pembayaran, moral hazard penggunaan pelayanan, hingga di titik ekstrim adanya potensi fraud.

Problem dominannya dikontribusi oleh kepentingan politik terkait. Mengapa begitu? Karena persoalan perlindungan dan jaminan kesehatan, menjadi ranah kebijakan serta keputusan politik.

Narasi bahwa negara memberikan perlindungan serta jaminan kesehatan adalah sebuah komitmen tekstual, belum sampai pada realitas faktual. Karena memang dibutuhkan sumberdaya yang mumpuni untuk  memastikan terciptanya perlindungan dan jaminan.

Dengan begitu, pilihan kenaikan premi adalah strategi jangka pendek. Perbaikan struktur layanan BPJS Kesehatan mengatasi defisit, membutuhkan kerangka jangka menengah-panjang. Termasuk pembenahan database peserta, hingga model rujukan layanan.

Paradoks dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan terjadi manakala keinginan besar atas jaminan dan perlindungan sektor kesehatan, berbanding terbalik dengan kapasitas dan kemampuan keuangan. Terlebih dengan model manfaat yang terlalu luas.

Mekanisme Hukuman

Pilihan naik premi dan atau rasionalisasi manfaat jelas perlu dihitung dampaknya. Rencana strategi yang akan mulai dilakukan adalah mendorong proses penarikan premi melalui pendekatan kolektif berdasarkan wilayah, serta mendorong penerapan sanksi tunggakan.

Usulan untuk menerapkan mekanisme punishment dengan sanksi berupa pembatasan akses layanan publik lainnya seperti tidak bisa mengurus paspor, SIM, IMB, STNK serta pengurusan sertifikat tanah masih menjadi polemik kontroversial.

Penghilangan hak atas layanan publik sebagai sebuah hukuman bagi warga negara akibat tidak taat membayar premi BPJS Kesehatan, seolah menempatkan publik sebagai sasaran objek sasaran.

Pada konteks komparasi yang berimbang, tidak ada sanksi yang berlaku sama bagi para pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya, atau penghentian layanan publik sebagai faktor pemberat hukuman bagi pelaku korupsi. Situasi kontras terjadi.

Maka prinsip hukuman yang tajam ke bawah tumpul ke atas semakin tertanam dalam persepsi publik. Lebih jauh lagi, konsep keadilan yang berpihak pada kepentingan publik secara meluas menjadi tidak terwakilkan. Pengelolaan pola manfaat perlu dibuat dalam mengantisipasi perilaku gagal bayar premi.

Sebagai sebuah asuransi gotong royong, yang berbeda dari prinsip asuransi komersial, mengakibatkan dua hal, (a) tata kelola yang disiplin serta (b) komitmen utuh dari pemangku kebijakan.

Bila aspek manajemen dengan sejumlah langkah telah dirumuskan, sementara defisit tidak juga tertanggulangi, maka langkah terakhir dikeluarkan sebagai jurus pamungkas, yaitu pemenuhan dana talangan tanpa perlu ditunda-tunda.

Hanya dengan itulah kita melihat aktualisasi konkret sebagai political will kekuasaan untuk melindungi dan menjamin kepentingan seluruh publik tanpa terkecuali. Kita tidak ingin proses evakuasi atas BPJS Kesehatan melaju layaknya gerak zig-zag, laju ambulans di keramaian.  

Penulis tengah menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA