Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hak Asasi Manusia Tidak Dihina

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Minggu, 22 September 2019, 07:35 WIB
Hak Asasi Manusia Tidak Dihina
Jaya Suprana/Net
PASAL penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah disepakati menjadi delik aduan. Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat pembahasan RUU KUHP antara DPR dan pemerintah di Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 3 Juli 2019.
   
RUU KUHP

Berdasarkan draf RUU KUHP Pasal 224 menyatakan, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.  

Dengan menjadi delik aduan, artinya tidak setiap orang dapat mengadukan sebuah tindakan yang diduga penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden. Jika presiden dan wakil presiden merasa terhina atas ucapan pihak tertentu, maka hanya merekalah yang dapat mengadukannya ke polisi. 

Pasal penghinaan terhadap presiden-wakil presiden sempat menjadi polemik. Kalangan masyarakat sipil menilai pasal tersebut berpotensi menjadi alat kriminalisasi dan membatasi kebebasan berpandapat. Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Perkara Nomor Nomor 013-022/PUU-IV/2006, inkonstitusional. Akan tetapi, tindak pidana penghinaan dalam RUU KUHP dimunculkan kembali dengan perubahan dari delik bersifat biasa, menjadi delik aduan untuk melindungi kepentingan pelindungan presiden dan wakil presiden sebagai simbol negara.
 
Gitu Aja Kok Repot


Saya sangat setuju presiden dan wakil presiden dilindungi dari penghinaan namun pada hakikatnya setiap insan manusia tanpa diskriminasi ras, suku, pendidikan, status ekonomi, jabatan atau apa pun memiliki hak asasi untuk tidak dihina.

Namun aroma diskriminatif menyelinap di dalam pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang secara eksplisit membedakan manusia berdasar jabatan demi mengutamakan manusia dengan jabatan tertentu sambil mengabaikan manusia yang tidak punya jabatan.

Pada hakikatnya kurang adil apabila presiden dan wapres yang notabene dipilih oleh rakyat secara hukum dilindungi dari ancaman penghinaan, sementara rakyat yang memilih mereka malah dibiarkan tidak dilindungi. Juga kurang adil jika yang menghina pemulung atau pedagang kaki lima atau ibu jamu gendong atau bidan atau menteri dihukum lebih ringan ketimbang para penghina presiden dan atau wakil presiden.

Simbol utama negara adalah rakyat! Apabila sudah ada undang-undang melindungi rakyat dari penghinaan semisal pasal pencemaran nama baik maka sebenarnya DPR tidak perlu sibuk merancang Undang-Undang Penghinaan Terhadap presiden dan wapres sebab dengan sendirinya presiden dan wapres juga sertamerta sudah terlindungi dari ancaman penghinaan oleh Undang-Undang Pencemaran Nama Baik.

Sesuai Gus Dur selalu bilang Gitu Aja Kok Repot! rmol news logo article

Penulis adalah rakyat yang bersyukur alhamdullilah merasa dilindungi Undang-Undang Pencemaran Nama Baik.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA