Saya cuma mendengar berita lewat radio bahwa di Jakarta terjadi pembunuhan terhadap beberapa jenderal dan selanjutnya tidak jelas mengenai apa yang terjadi sebab berita simpang-siur ke sana ke mari.
Saya baru sadar bahwa sebenarnya suatu gempa politik skala nasional sedang terjadi ketika masyarakat turun ke jalan sambil bersorak-sorai yel-yel anti PKI.
Angkara Murka
Pada masa itu Saya masih sekolah di SMA Karangturi, Semarang dengan mayoritas siswa keturunan China dan kebetulan kepala sekolah Karangturi anggota Baperki yang dianggap dekat dengan PKI.
Akibat memang masih remaja dan bukan anggota parpol apa pun maka Saya beruntung tidak masuk daftar mereka yang wajib ditangkap bahkan dibunuh dengan alasan dianggap anggota atau sekadar pro PKI.
Namun kepala sekolah Karangturi ditangkap lalu dijebloskan ke kamp tahanan politik tanpa proses hukum kecuali hukum rimba.
Beberapa sanak-keluarga Saya yang berada di Solo dan sekitarnya mendadak hilang-lenyap entah diapakan oleh entah siapa dengan alasan entah apa.
Ada yang berhasil ditemukan namun sudah dalam kondisi sebagai jenazah termutilasi dengan cara yang tidak layak dikisahkan di naskah ini. Bahkan ayah kandung Saya yang berdomisili di Denpasar Bali pada suatu malam hari pada awal Oktober 1965 diculik lalu diangkut pakai truk oleh entah siapa dibawa ke entah ke mana.
Sampai kini, belum diketahui bagaimana nasib ayah kandung saya. Ibu kandung dengan beberapa saudara kandung saya terpaksa secara harafiah melarikan diri dari pulau Bali untuk mengungsi ke kota Semarang yang dianggap lebih aman ketimbang pulau Dewata yang pada masa itu lebih layak disebut sebagai pulau bencana akibat angkara murka yang membinasakan tak terhitung warga bangsa Indonesia termasuk ayah kandung Saya yang sebenarnya cuma seorang pengusaha biasa yang sama sekali bukan anggota parpol apa pun apalagi PKI.
DoaMemang 30 September 1965 merupakan hari yang tercatat sebagai awal dari rentetan musibah dalam lembaran hitam sejarah Indonesia.
Namun segenap musibah itu tidak mengurangi rasa cinta Saya kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
Saya tidak dendam karena tidak tahu terhadap siapa saya harus dendam. Saya sadar bahwa yang melakukan angkara murka hanya sekelompok oknum insan manusia yang pada masa itu kerasukan roh jahat sehingga tega membinasakan sesama warga bangsa dan negara Indonesia.
Maka alih-alih menyalahkan apalagi dendam terhadap sesama warga negara dan bangsa Indonesia, dengan penuh kerendahan hati saya memanjatkan doa memohon Tuhan Yang Maha Kasih senantiasa menganugerahkan kesadaran dan kekuatan batin kepada seluruh warga bangsa Indonesia untuk TIDAK saling benci , curiga, hujat, fitnah, memecah-belah bangsa sendiri namun senantiasa bersatu-padu gigih berjuang demi mencegah tragedi angkara murka G-30-S atau Gestok atau apa pun sebutannya jangan sampai terulang kembali terjadi di persada Nusantara tercinta ini, AMIN.
[***]Penulis adalah warga Indonesia yang cinta Indonesia.