Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dubes Kim Changbeom: Indonesia Adalah Partner Alami Korea

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-5'>TEGUH SANTOSA</a>
OLEH: TEGUH SANTOSA
  • Jumat, 29 Juni 2018, 09:49 WIB
Dubes Kim Changbeom: Indonesia Adalah Partner Alami Korea
Foto: Majalah RMOL
DUTABESAR Republik Korea atau Korea Selatan, Kim Changbeom, senang bisa kembali ke Indonesia. Dia menganggap Indonesia adalah negeri keduanya, dan penugasannya di Jakarta kali ini seperti pulang kampung saja.
Alumni Seoul National University (SNU) yang meraih gelar doktor dari John Hopkins University ini ditugaskan pertama kali ke Indonesia pada 2003-2005. Sebelum itu dia bertugas di Kedubes Korsel di Amerika Serikat (1998-2001), Pakistan (1993-1995), dan Jepang (1987-1995).

Pada kurun 2012 hingga 2015, Dubes Kim ditugaskan sebagai Dutebesar Korsel untuk Uni Eropa dan Belgia. Sebelum kembali ke Jakarta, dia bertugas di Kantor Walikota Seoul sebagai Dutabesar Hubungan Internasional.

Dalam wawancara dengan Majalah RMOL, beberapa waktu lalu, Dubes Kim membahas potensi hubungan kedua negara setelah peningkatan status hubungan dari strategic partnership menjadi special strategic partnership. Selain itu, Dubes Kim juga membahas potensi peredaan ketegangan dan perdamaian di Semenanjung Korea. Berikut petikannya:


Bagaimana perasaan Anda kembali bertugas di Jakarta? Bagaimana Anda melihat hubungan kedua negara di masa depan?

Saya senang bisa kembali ke Indonesia, rumah kedua saya. Ini pulang kampung. Pengalaman sebelumnya di Jakarta, antara 2003 sampai 2005, saya rasa akan sangat membantu. Tetapi di saat bersamaan ini menjadi beban karena beberapa teman yang mengenal saya memiliki harapan yang tinggi. Mereka katakan: bahasa Indonesia Anda pasti bagus sekali. Atau, Anda pasti sangat mengenal lorong-lorong di belakang dan jalanan-jalanan. Sesungguhnya tidak, dan ini sedikit memalukan.

Hubungan bilateral Indonesia dan Korea sepertinya akan melalui jalan yang kurang lebih sama seperti di masa lalu, melewati berbagai tantangan yang di masa lalu sudah kita lampaui dengan sukses.

Indonesia dan Korea memiliki nilai-nilai yang sama, seperti ekonomi pasar, demokrasi, rule of law dan kemerdekaan sipil. Saya rasa, tidak banyak negara di Asia yang saling membagi nilai-nilai seperti itu.

Hubungan bilateral kedua negara dibangun bersama. Kita tidak punya persoalan ketegangan (contentious). Kita hanya punya persoalan kerjasama (cooperation). Itulah fakta sejarah hubungan kita.

Hubungan kita berputar dari tahun ke tahun menuju titik yang lebih tinggi. Seperti yang Anda ingat, kita telah mencapai tahap strategic partnership di tahun 2006. Tahun lalu, November 2017, ketika Presiden Moon Jaein mengunjungi Jakarta atas undangan Presiden Joko Widodo, kedua pemimpin setuju untuk meningkatkan hubungan menjadi special strategic partnership.

Hanya sedikit negara yang memiliki hubungan special strategic partnership dengan Korea Selatan. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah satu dan satu-satunya.

Bagaimana hubungan kita selama ini?

Kerjasama kedua negara di semua sektor cukup bagus. Dimulai dari sektor manufaktur yang merupakan tulang punggung konvensional dan tradisional hubungan kita. Seperti garmen, tekstil, atau sepatu.

Saya kira juga terjadi perubahan dimensi, dari labor intensive menjadi capital intensive. Seperti di Krakatau Posco yang merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, dan Lotte Chemical yang pabriknya sedang dibangun dekat Krakatau Posco. Sektor industri infrastruktur telah dibangun ke area baru seperti produk konsumen, bio technology, produk kecantikan bahkan start up.

Tidak hanya di sektor ekonomi dan perdagangan, hubungan kita juga membaik di sektor non ekonomi. Seperti riset, pendidikan, people to people exchange, cultural exchange, dan seterusnya.

Kerjasama kedua negara juga mencakup industri pertahanan.

Intinya, kerjasama kita sangat komprehensif, didukung komitmen kuat yang diperlihatkan pemimpin-pemimpin kita untuk melanjutkan hubungan baik selama ini.

Bisakah Anda jelaskan lebih detil apa perbedaan strategic partnership dan special strategic partnership? Mengapa Indonesia menjadi special bagi Korea Selatan?

Indonesia memang sangat istimewa bagi Korea. Indonesia adalah partner alami, dan tujuan investasi pertama Korea Selatan, termasuk ketika Korea Selatan sangat miskin di akhir era 1960an.

Dari semua negara Asia Tenggara, di masa lalu, investor Korea Selatan paling banyak ke Indonesia, begitu juga dengan komunitas Korea Selatan. Sekarang, sudah dilampaui oleh Vietnam. Kini orang Korea Selatan yang di Vietnam lebih banyak lagi.

Tetapi yang jelas, secara tradisional kita menikmati hubungan yang stabil dan berkembang.

Lantas, mengapa kita menggunakan kata special untuk hubungan yang sudah strategis ini?

Saya kira ada tiga alasan. Pertama, kami memandang Indonesia adalah dan akan terus menjadi negara yang memimpin (leading nations) di ASEAN. Ini sangat jelas, sejelas kristal. Indonesia merupakan negara demokratis yang stabil, dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, bangsa yang muda (penduduknya), dan middle class yang mengalami pertumbuhan signifikan.

Kedua, Presiden Moon Jaein telah meluncurkan apa yang disebut sebagai New Southbound Policy. Ini adalah penekanan baru bagi kami untuk menjalin partnership dengan semua negara ASEAN yang berjumlah sepuluh, khususnya dengan Indonesia.

New Southbound Policy diluncurkan disini, di Jakarta, dalam kunjungan Presiden Moon. Beliau menyampaikan pidato pada forum bisnis di Jakarta, November tahun lalu.

Ketiga, saya kita, partnership antara Korea dan Indonesia sangat luas dan komprehensif. Kami percaya di masa depan kerjasama kita akan jauh lebih komprehensif dari sebelumnya. Tidak hanya untuk sektor ekonomi dan perdagangan, seperti yang saya katakan tadi, Indonesia merupakan negara yang jauh lebih dinamis di sektor start up di Asia Tenggara. Bahkan di dunia, start up Indonesia berada pada urutan nomor empat. Akan semakin banyak peluang yang akan datang.

Saya kira, hal lain adalah karena kita memiliki nilai-nilai yang sama.

Setelah menjadi special strategic partnership, apa yang akan kita lakukan?

Saya rasa kita harus menyelesaikan apa yang sudah kita sepakati. Misalnya, Krakatau Posco akan melanjutkan pengembangan ke tahap kedua.

Untuk KFX/IFX ada sedikit masalah (hiccup). Tapi saya kira ini jalan panjang yang akan dilalui. Kita berusaha memproduksi pesawat pertama pada tahun 2026. Masih ada tujuh tahun, dan kita harus berusaha sekuat mungkin untuk membuat partnership ini berhasil dengan baik. Itu sebabnya kami menggunakan kata special.

Satu lagi, kita melihat kawasan ini sedang bergerak sangat cepat dan dinamis. Di tengah situasi ini, kami merasa Indonesia dapat menjadi partner alami dan partner global kami.

Kami yakin, kolaborasi Indonesia dan Korea akan jauh lebih kuat.  Dan hubungan yang lebih baik itu akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan bersama di kawasan.

Kami juga melihat Indonesia sedang membangun industrialisasi 4.0, atau gelombang revolusi industri keempat. Untuk tujuan ini Korea dapat menjadi partner. Korea telah membuktikan mampu berkembang menjadi negara industri dalam waktu yang relatif singkat. Kami berada di garis terdepan menghadapi gelombang industrialisasi keempat.

Apa yang Anda bayangkan saat mendengar industrialisasi 4.0? Bagi kebanyakan orang Indonesia sendiri, itu masih menjadi misteri.

Hahaha (tertawa). Saya rasa pemerintah Indonesia telah mengindentifikasi lima atau enam prioritas. Apakah disebut industrialisasi 4.0 atau industrialisasi cerdas (smart industrialization), saat ini setiap negara, apakah negara maju (advanced) atau kurang, tengah menghadapi risiko industrialisasi 4.0.

Di Korea, saat Anda datang ke seminar dan konferensi, Anda akan sering mendengar pertanyaan bagaimana kami (Korea) menghadapi atau menjawab geombang tinggi revolusi keempat.

Saya kira menghadapi isu ini sesuatu yang alami. Dan pemerintah Indonesia mampu mengindentifikasi sektor-sektor penting sebagai mesin masa depan. Tentu saja, banyak hal yang harus dilakukan oleh kalangan industri di lapangan, juga oleh pemerintahan yang memberikan dukungan.

Keputusan Indonesia merumuskan ini sudah sangat tepat. Kalau tidak Indonesia tidak akan dapat menggapai peluang yang ada.

Tentu saja ada kekhawatiran dari kalangan pelaku industri, yang misalnya mengatakan, industrialisasi 3.0 saja belum, bagaimana mungkin tiba-tiba ada industrialisasi 4.0.

Saya percaya, lebih bijaksana bila di saat kita merawat apa yang ada saat ini, kita juga bersiap-siap menghadapi tantangan baru di depan. [guh]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA