Kendaraan Rakyat Sanubari saya niscaya tergetar di saat melihat becak. Pada jenis kendaraan tradisional angkutan rakyat itu, saya melihat warisan peradaban dan kebudayaan Nusantara.
Dipandang dari aspek ekonomi, becak juga bukan tidak penting. Kendaraan rakyat itu merupakan sarana mencari nafkah bagi rakyat dan keluarga mereka. Secara pribadi juga pernah mencoba mengayuh becak dan gagal total karena ternyata sungguh tidak mudah mengayuh becak.
Namun di masa kini, ternyata becak dianggap sudah anakronis alias sudah ketinggalan zaman di kota Jakarta yang sering dipuja-puja sebagai metropolitan bahkan megapolitan sebab dianggap suatu kota super ultra hiper modern. Secara alasanogis, ternyata alasan alias dalih menganakroniskan becak juga sangat meyakinkan maka kaprah dogmatis dianggap sangat tepat alias tidak boleh dipermasalahkan lagi.
Becak dianggap sebagai kendaraan yang tidak manusiawi sebab terkesan semacam aliran exploitation de l’homme par l’homme , eksplotasi manusia terhadap manusia deras mengalir di situ. Becak akibat memang merupakan kendaraan rakyat jelata dicemooh sebagai lambang kemiskinan yang mempermalukan ibukota negara Indonesia. Maka tidak terbantahkan lagi bahwa memang apabolehbuat becak hukumnya wajib untuk dibasmi habis dari permukaan bumi ibukota negara Republik Indonesia sebagai kebanggaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
Paris Ternyata becak di ibukota negara Perancis, Paris malah dianggap sebagai daya tarik pariwisata dengan tarif per kilometer jauh lebih mahal ketimbang taksi. Becak di Paris sama sekali tidak dianggap exploitation de l’homme par l’homme meski istilah itu justru berasal dari bahasa Perancis. Pendek kata, becak di Paris sama sekali bukan lambang kemiskinan.
Dalam kunjungan ke Beijing pada tahun 2017, saya dan Ibu Ayla naik becak Beijing menelusuri lorong lorong kota tua Ibukota Republik Rakyat China. Mungkin pemikiran pemerintah DKI Jakarta memang jauh lebih modern ketimbang pemerintah kota Paris dan Beijing.
Kontrak Politik Sebenarnya tidak perlu repot membanding-bandingkan kota Jakarta dengan kota lain, sebab Wardah Hafids sempat mengingatkan saya pada fakta sejarah bahwa ribuan tukang becak kota Jakarta pernah mengumpulkan dana sumbangsih masing-masing Rp 1.000 sebagai Koin Perubahan yang diserahkan kepada Presiden Jokowi sebagai ungkapan harapan atas perubahan nasib tentu menjadi lebih baik sesuai janji-tidak-digusur tersurat di dalam Kontrak Politik ditandatangani Ir. Joko Widodo di Penjaringan, Jakarta 15 September 2012 disaksikan rakyat tergabung di Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, Serikat Becak Jakarta (Sebaja), Komunitas Juang Perempuan (KJP), dan Urban Poor Consortium (UPC).
Jutaan rakyat Indonesia merupakan para saksi hidup fakta sejarah bahwa para tukang becak ngowes becak pula lah yang mengawal andong berhias bunga mengusung Presiden Jokowi dan Wapres JK dari Jalan Thamrin ke Istana Negara. Sayang nurani kemanusiaan Jokowi tidak dilanjutkan oleh Ahok yang tampaknya bernurani lebih 'modern' ketimbang Jokowi.
Anies Angin segar pembawa harapan bertiup setelah Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta masa bakti 2017-2022 berjanji akan melanjutkan nurani kemanusiaan Jokowi untuk memperbaiki nasib para tukang becak dengan menghadirkan kembali peran becak secara tertata sebagai kendaraan rakyat mau pun kendaraan turis di kota Jakarta.
Insya Allah, Anies yang saya kenal sebagai penguasa yang memiliki nurani kebudayaan serta kemanusiaan akan menepati janjinya.
[***]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan