Proyek StrategisMuhammad Faiz Aziz mendukung agenda infrastruktur Presiden Jokowi namun menyayangkan bahwa di tengah kesibukan pembangunan, banyak warga yang harus merelakan tanah dan rumah tempat mereka tinggal berpindah kepemilikan. Warga tidak memiliki kepastian apakah nafkah masa depan mereka terjamin setelah tanah mereka dipakai untuk pembangunan. Pengadaan tanah adalah dampak paling problematis dari pembangunan infrastruktur. Hal ini diakui oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution ketika menyatakan 44 persen masalah seputar proyek infrastruktur berkaitan dengan pengadaan tanah.
Undang-UndangIndonesia sebenarnya memiliki peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk melindungi warga yang terdampak pengadaan tanah. Tapi peraturan-peraturan ini juga tidak memastikan ruang transparansi yang ideal dalam proses pengadaan tanah. Di bawah aturan-aturan ini, warga terdampak hanya diberi ruang tawar menawar yang sempit untuk mendapatkan kompensasi. Pelaksana pengadaan tanah baik pemerintah maupun perusahaan pelaksana proyek diharuskan bertemu dengan warga terdampak. Tapi forum ini biasanya hanya formalitas. Warga terdampak kerap tidak mendapatkan kesempatan bernegosiasi untuk mendapat kompensasi yang mereka inginkan dalam pertemuan ini karena pihak pelaksana pengadaan tanah biasanya telah menentukan jenis dan jumlah kompensasi sejak awal.
MengingatkanInsya Allah, tulisan Muhammad Faiz Azis mengingatkan para penatalaksana pembangunan untuk menyimak kembali segenap peraturan perundang-perundangan untuk melindungi rakyat yang terdampak pengadaan tanah. Saya pribadi sudah membosankan para pembaca rubrik Menuju Peradaban di RMOL dengan nyaris setiap hari menulis lalu menulis kemudian menulis disusul menulis agar wong cilik alias rakyat kecil yang tidak berdaya melawan penggusuran secara paksa jangan dipaksakan berperan menjadi tumbal pembangunan infra struktur.
MenulisSetelah tidak berdaya melawan penggusuran paksa terhadap warga Kampung Pulo dan Pasar Ikan, setiap hari saya menulis nyaris tanpa henti meratapi pembangunan infra stuktur yang dilakukan para penggusur secara sempurna dan paripurna melanggar hukum, HAM, agenda Pembangunan Berkelanjutan, Pancasila, UUD 1945, Kontrak Politik Ir Joko Widodo dengan rakyat miskin Jakarta diterawang dari aspek sosial, ekonomi, politik, filsafat, ideologi, psikologi, kelirumologi, sosiologi, alasanologi, malumologi, kualatisme dan entah apa lagi. Akibat cuma rakyat biasa yang tidak punya kekuasaan sosial, ekonomi, akademis, agama apalagi politik maka wajar apabila saya berperan seekor anjing yang sibuk menyalak sampai mulut berbuih serta pita suara putus namun para penggusur tetap leluasa berlenggang kangkung melakukan penggusuran paksa terhadap rakyat kecil yang tidak berdaya melawan.
DoaMembangun tanpa menggusur bukan sesuatu yang mustahil. Kalau mau pasti mampu. Kini sedang dibuktikan oleh Gubernur Jakarta, Anies Baswedan bersama warga Bukit Duri dan Ciliwung Merdeka dalam bergotong-royong merancang pembangunan kampung-susun di Bukit Duri secara parisipatif dan transparan. Maka di samping menulis, selama hayat masih dikandung badan, kini saya berdoa kepada Yang Maha Kasih untuk berkenan menggugah nurani dan sanubari para penggusur agar berbelas kasih menghentikan angkara murka penggusuran secara paksa terhadap rakyat kecil yang tidak memiliki apa pun kecuali harga diri serta harkat-martabat sebagai sesama warga Indonesia dan sesama manusia yang hidup bersama di planet bumi ini.
[***]
Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan