Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

“Russian Connection” Gantikan “From Rusia With Love”

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/derek-manangka-5'>DEREK MANANGKA</a>
OLEH: DEREK MANANGKA
  • Rabu, 06 Desember 2017, 09:59 WIB
“Russian Connection” Gantikan “From Rusia With Love”
Derek Manangka/net
EDUARD Shevarnadze (25 Januari 1928–7 Juli 2014), Menteri Luar Negeri Uni Sovyet, pada awal 1980-an, berkunjung ke Jakarta. Kehadirannya, cukup bikin heboh kalangan media. Terutama kedatangannya yang mendadak, di saat hubungan Indonesia–Sovyet, diganggu oleh persoalan spionase.

Seorang perwira militer Indonesia yang bertugas di bidang topografi, pemetaaan, tertangkap “OTT” oleh intelejen Indonesia. Sang tentara, diketahui menjual data, informasi yang didapatkan dari topografi, kepada seorang diplomat Sovyet. Diplomat ini dicurigai sebagai agen mata-mata “KGB”.

Kehebohan lainnya, disebabkan oleh sikap kaku staf Kedubes Uni Sovyet. Dalam melayani wartawan, sikap mereka demikian formal dan proseduril serta kaku. Aneh dan unik. Sebab semua wartawan yang menghadiri konperensi pers Menlu Sovyet itu, diundang secara mendadak. Tapi ketika tiba di halaman Kedutaan, diperlakukan seperti tamu yang tidak diundang.

Setelah digeledah dan dipersilahkan masuk, semua wartawan digiring ke sebuah aula yang aromanya tidak begitu bersahabat. Gedung Kedubes Uni Sovyet saat itu masih terletak di Jl. Thamarin, Jakarta Pusat, deretan Plaza Indonesia. Belum pindah di Jln. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Suasana seperti itu terjadi, karena soal perbedaan ideologi. Wartawan Indonesia, yang non-komunis, menganggap Uni Sovyet merupakan salah satu negara komunis terkuat di dunia sekaligus sebuah ancaman.  

Hubungan Uni Sovyet–Indonesia berada dalam suasana seperti “Perang Dingin”. Mengikuti Perang Dingin Amerika Serikat terhadap Uni Sovyet. Kesan permusuhan itu semakin kuat. Sebab para diplomat Sovyet sering menuding wartawan atau media di Indonesia, terlalu berpihak kepada Barat, khususnya Amerika Serikat.

Diplomat dari negara Eropa Timur ini sering mendatangi kantor media dan memaksakan agar materi-materi informasi yang sebetulnya berisikan propaganda, dipublikasikan.

Kini, suasana seperti itu sudah tidak ada. Seiring dengan bubarnya Uni Sovyet di tahun 1990. Pengganti atau penerus Uni Sovyet sekarang adalah Rusia. Tapi Rusianya tanpa embel-embel sebagai negara komunis.

Rusia sekarang tak ubahnya dengan negara demokrasi di negara-negara Barat. Para diplomatnya pun, tak kalah gaya dalam cara mereka berdiplomasi dengan negara-negara Barat.

Banyak konglomerat Rusia berinvestasi di negara-negara Barat. Diantara mereka ada yang membeli klub sepakbola "Chelsea" di Inggeris atau "AS Monaco" dari Prancis. Di klub itu, konglomerat Rusia mampu menggaji pesepakbola dengan tarif lebih dari Rp 5 milyar per minggu, per orang!.

Perubahan 180 derajat, terjadi di Rusia. 

Rusia yang menggantikan  Uni Sovyet, bahkan mungkin lebih terbuka.  Dalam beberapa hal, Rusia jauh lebih ‘bersahabat’ dibanding negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat.

Kesimpulan ini saya buat setelah melakukan berbagai interaksi dengan Dubes Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin, termasuk membaca berbagai literatur terbaru atau menyimak laporan-laporan media sepeeti TASS ataupun "Rusia Today" TV.

Diplomat Rusia ini, sangat terbuka dalam berdiskusi.  Dia misalnya tidak tersinggung, ketika pada satu kesempatan saya kemukakan penilaian saya sambil membandingkan dengan cara Amerika berdiplomasi di Indonesia.

“Jika anda mau mengalahkan pengaruh Amerika di Indonesia, bikin dong ‘Rusia Today’ versi CNN di Indonesia," ujarku.

“Wah, kekuatan ekonomi Rusia tidak sama dengan Amerika. Kami hanya menduduki urutan ke-6," jawabnya datar sambil menambahkan, agak sulit bagi pemerintah Rusia mendorong konglomerat media di negaranya supaya membuat media tandingan di Indonesia.

Semalam, Mikhail Galuzin, menggelar resepsi perpisahan. Resepsi yang digelar di kediaman sang Dubes, jauh dari suasana formil dan kaku. Dari segi pengamanan, juga sangat terukur.  Mobil para tamu yang datang ke resepsi, boleh masuk sampai ke halaman rumah kediaman. Tamu bisa turun tepat di depan pintu masuk dan sopir diizinkan memarkiri kendaraannya di dalam kompleks rumah dinas Duta Besar, sepanjang masih tersedia slot.  

Satu hal yang tidak mungkin terjadi, bila kita menghadiri resepsi di rumah Dubes Amerika untuk Indonesia. Di rumah diplomat AS, tak satu pun kendaraan tamu boleh masuk ke halaman rumah kediaman Dubes yang terletak di Taman Suropati, Jakarta Pusat.

Dubes Mikhail Galuzin, 5 Desember 2017 menggelar resepsi perpisahan dan segera bertolak ke pos baru di Tokyo, Jepang.  Galuzin sudah hampir lima tahun bertugas di Jakarta.

Di resepsinya tersebut, keakrabannya dengan semua undangan, sekitar 200 orang, terlihat sangat “genuine”. Semua yang hadir malam itu, disapanya secara akrab dan nama para tamu, semuanya dia hafal.

“Ah, saya mau bicara dulu sama Djauhari," ujarnya pamit dari saya, menyambut Djauhari Oratmangun, mantan Dubes RI untuk Rusia.

Setelah bersalaman dan saling tempel pipi kiri dan kanan, Djauhari dan Mikhail berpelukan.

“Yah, anda harus datang ke Tokyo, kalau anda sudah di Beijing," kata Mikhail.

Djauhari, Maret 2018, menurut rencana akan menempati pos Duta Besar di KBRI, Beijing, RRT. Jarak Beijing–Tokyo relatif jauh lebih dekat, dibanding Jakarta–Moskow.

Acara yang mulai pukul 19:00 WIB hingga pukul 21:00 WIB itu masih cukup ramai. Para tetamu seakan tidak mau bergerak pulang atau berpisah dengan Mikhail. Kalaupun mau pulang, semuanya minta terlebih dahulu membuat foto bersama.  

Marina Galuzina, isterinya, pun dengan spontan bergaya, mengikuti keinginan ‘fotografer’. Bukan itu saja, setelah foto session, Marina Galuzina ikut mengeluarkan hand phone-nya yang ada kamera, minta tolong dibuatkan foto koleksi pribadi.

“Tolong. Saya juga minta dipotret," ujar Marina setiap kali tamunya mengakhiri photo session.

Sikap isteri Dubes Rusia inipun termasuk hal yang langka. Paling tidak, selama  bergaul dengan kalangan diplomat, baru kali ini saya mengalami keakraban seorang isteri diplomat asing, seperti itu. Hidangan yang disajikan, cukup membuat  para tamu betah. Tak ada kuliner Indonesia. Semuanya menu khas Rusia.

Ada “caviar”, salah satu jenis makanan termahal di dunia. Tentu saja ada juga alkohol khas Rusia “vodka”. Selain anggur merah dan anggur putih yang gelas-gelasnya tak pernah kosong dihidangkan di atas meja.

Mikhail dan saya tidak sempat berdiskusi panjang. Sebab setiap kali kami memisahkan diri dari kerumunan ada saja tamu yang datang menyapa Mikhail Galuzin.

Kepada diplomat yang dipilih langsung oleh Presiden Vladimir Putin ini, saya minta agar dia bersedia membantu permintaan saya mewawancarai Putin.

“Saya sudah baca CV kamu dan saya sangat terkesan dengan pengalamanan profesionalmu. Saya catat permintaanmu Derek. Kepada pengganti sayapun, termasuk kepada Deputy Chief of Mission, saya minta agar kamu tetap berhubungan. Semoga saya berhasi memperjuangkannya,” ujar Mikhail Galuzin.

Kepada Galuzin saya memang menyerahkan CV untuk keperluan di atas. Dimana di dalamnya antara lain disebutkan saya pernah ke Israel dan mewawancarai Perdana Menteri Yitzhak Rabin dan Menlu Shimon Peres.

Di era Perang Dingin, saya tidak yakin dan berani mengemukakan fakta seperti itu kepada seorang diplomat Rusia (Uni Sovyet). Mungkin dia suka dengan pengalaman saya yang pernah mewawancarai Presiden Libya, Moamar Khadafy. Sebab Khadafy dikenal lebih condong ke Sovyet atau Rusia.

Yah, Rusia yang boleh dibilang merupakan “penerus kejayaan di bidang militer dan teknologi Uni Sovyet”, memang sudah berubah. Sebuah perubahan yang belum tentu dipahami oleh semua kalangan.

Rusia sekarang lebih mengedepankan pengembangan jaringannya melalui “Russian Connection”. Lewat jaringannya, Rusia ingin hadir sebagai salah satu investor asing terpercaya di Indonesia.

Paralel dengan itu, Rusia bukan lagi sebuah negara seperti yang dikesankan dalam film James Bond 007, “From Rusia With Love”. Sebuah film aksi yang dibuat di zaman Perang Dingin, yang bertujuan menunjukkan “kekonyolan” Rusia di satu sisi dan mempromosikan peradaban Barat di sisi lain. [***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA