Politik Kerja & Menteri Kerja

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/arief-gunawan-5'>ARIEF GUNAWAN*</a>
OLEH: ARIEF GUNAWAN*
  • Kamis, 07 April 2016, 20:45 WIB
<i>Politik Kerja & Menteri Kerja</i>
jokowi
DI negara-negara yang demokrasinya sudah maju seperti negara-negara Anglo-Saxon politik, ternyata tidak lagi dimaknai sebagai machtsvorming en machtsaanwending (pengerahan kekuatan dan pemakaian kekuatan).

Dalam tradisi Anglo-Saxon pengertian seperti itu rupanya sudah lama ditinggal, di sana malah ada politik yang disebut  a-political politics, dimana perebutan kekuasaan tidak dikenal atau malah diusahakan untuk dihapus.

Karena itu dalam wacana politik di Amerika konsep kekuasaan dalam pengertian seperti itu tidak lagi menjadi sesuatu yang hidup, sehingga kosa-kata seperti "rezim" boleh dibilang hilang dari kamus politik Amerika. Pemerintahan di sana disebut sebagai "administrasi", karena itu dikenal Kennedy Administration, Nixon Administration, bukan rezim Kennedy atau rezim Nixon. Malahan perang untuk menduduki Irak bukan "perang" melainkan military campaign buat membawa perdamaian.

Kennedy sendiri memuliakan profesi politisi. Katanya orang perlu mengerti politik untuk bsa menguasai dunia, dan politisi menurutnya profesi mulia karena tujuan dasarnya adalah membuat peraturan untuk kebaikan bersama.

Presiden Jokowi Kamis siang (7/3) dalam sidang kabinet di Istana mengintrodusir istilah yang disebutnya  Politik Kerja, yang kurang lebih dapat dipahami sebagai praktek politik yang berorientasi kepada etos kerja, pencapaian kinerja, bukan sekedar wacana atau perencanaan kerja belaka.

Dalam konteks akan dilakukannya reshuffle kabinet sebagaimana yang berkembang dalam wacana umum dalam beberapa hari terakhir ini, Politik Kerja ini tentu mensyaratkan menteri-menteri dan para Menko yang berciri karakter operational leadership dan problem solver.

Dalam kondisi negara dan bangsa yang abnormal seperti ini misalnya bukan hanya dibutuhkan figur Menko yang mampu berpikir dan bertindak out of the box, tetapi juga yang tidak sekedar normatif belaka. Jokowi membutuhkan figur Menko yang mampu memberinya legacy.  

Tokoh-tokoh besar yang memimpin dengan visi, integritas, dan karakter umumnya punya legacy.

Sukarno, Gus Dur, Ali Sadikin, Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, Adnan Buyung Nasution adalah contoh-contoh tokoh yang menghasilkan legacy.

Sukarno legacy-nya banyak sekali. Salah satunya Tri Sakti yang mau diteruskan oleh Jokowi.

Gus Dur antara lain punya legacy pluralisme dan egaliterian, Ali Sadikin dengan idealismenya mengenai Jakarta, Bang Buyung dengan LBH, dimana orang miskin dan orang pinggiran punya hak dan kedudukan dalam mencari keadilan.

Menteri-menteri idealnya juga harus mampu memberikan kredit point kepada presiden. Punya kemampuan menerjemahkan visi presiden, sehingga sang presiden punya legacy, sehingga akan dikenang oleh sejarah dan rakyatnya karena sumbangsihnya kepada bangsa dan negara. Bukan dikenang sebagai pecundang belaka lantaran KKN di dalam rezimnya atau oleh karena pencitraan yang menyesatkan.

Apa kira-kira legacy Jokowi untuk bangsa dan negara?

Banyak yang mengatakan sangat tergantung kepada menteri-menterinya dan juga Jokowi sendiri.

Salah satu menteri yang dianggap implementatif mampu melakukan Revolusi Mental, sebagai bakal legacy Jokowi, adalah Menko Maritim dan Sumber Daya Dr Rizal Ramli (RR). Apa yang dilakukan oleh tokoh yang satu ini esensinya antara lain adalah perjuangan mengubah mindset feodal dan KKN.

Sebagaimana sering dikutip oleh media massa, dalam setiap kesempatan RR kerap mengatakan mau mengubah kebiasaan lama yaitu mindset buruk di dalam birokrasi dan pelayanan publik berupa arogansi "kalau bisa dipersulit kenapa dibikin mudah".

Semboyan koruptif yang memeras rakyat itu diganti RR menjadi semua yang mempersulit rakyat harus dipermudah.

Para pemimpin besar yang menghasilkan legacy umumnya karena bersikap anti status quo. Tiap zaman punya cerita dengan tokoh-tokoh di dalamnya yang membawa perubahan untuk mendobrak nilai-nilai status quo.

Di sisi lain Sukarno, Ali Sadikin, Gus Dur, Bang Buyung, Susi Pudjiastuti , dan juga Rizal Ramli adalah contoh-contoh orang "urakan" yang out of the box, yang dengan kontroversinya bertujuan menghasilkan perubahan. Dunia juga dipenuhi oleh tokoh-tokoh kontroversi. Sejarah dipenuhi oleh puluhan ribu orang yang telah membuat perubahan penting dan memberikan legacy.

Jokowi yang menyukai blusukan juga merupakan tokoh yang tidak suka formalisme. Gayanya yang menyentuh langsung hati rakyat sangat jauh berbeda dengan gaya para pembesar negeri ini yang umumnya sangat berjarak dengan rakyat.

Indonesia dalam situasi bernegara dan berbangsa yang penuh kerawanan seperti saat ini sesungguhnya butuh lebih banyak orang-orang yang cara berpikirnya out of the box, zaman abnormal membutuhkan cara berpikir yang tidak normatif untuk dapat keluar dari krisis.

Rakyat menunggu legacy Jokowi. Rintisan legacy itu tampaknya sudah dilakukan oleh Rizal Ramli, yaitu Revolusi Mental.

Rizal Ramli menurut banyak kalangan telah memberikan kredit point yang sangat kuat kepada Presiden Jokowi dalam mewujudkan cita-cita Jokowi untuk melakukan Revolusi Mental. [***]

Penulis adalah wartawan senior Rakyat Merdeka

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA