Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Revisi UU ITE Harus Dilakukan Jauh-Jauh Hari Sebelum Pemilu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Rabu, 16 Maret 2016, 21:16 WIB
Revisi UU ITE Harus Dilakukan Jauh-Jauh Hari Sebelum Pemilu
rmol news logo DPR dan Pemerintah disarankan mempercepat pembahasan Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum pada tahun 2019 mendatang.

Sebab, jika dibahas menjelang pemilu, dikhawatirkan pembahasan revisi ini sarat dengan transaksi politik yang tidak produktif, sebagai upaya untuk membungkam suara-suara kritis terhadap incumbent yang sedang berkuasa saat ini.

Demikian disampaikan peneliti junior Centre for Information and Development Studies (CIDES) bidang Kebijakan Publik, Ridwan Budiman, dalam keterangan persnya (Rabu, 16/3).

"Revisi UU ITE 11/2008, telah masuk dalam Prioritas Prolegnas 2016, terlebih inisiatif revisi ini lahir dari pemerintah. Dan tiap-tiap fraksi di DPR pun Senin kemarin telah menyampaikan pandangan umum-nya terkait hal ini. Tidak ada alasan lagi untuk menundanya," jelasnya.

Menurutnya, ada 2 (dua) pasal setidaknya yang akan menjadi perhatian publik dalam pembahasan ini. Pertama, Pasal 27 ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik. Kedua, Pasal 31 tentang Penyadapan. Dia menjelaskan sebaiknya soal Pencemaran Nama Baik, diatur dalam Revisi RUU KUHP yang juga masuk dalam Prioritas Prolegnas 2016.

"Sebab, induk dari Revisi UU ITE ini adalah RUU KUHP. Makna ‘di muka umum’ dalam UU KUHP pun sebenarnya bisa berarti di dunia nyata maupun dunia nyata. Karena publik sama-sama bisa mengetahui. Jadi, seharusnya pembahasan diutamakan merevisi UU KUHP terlebih dahulu," sambungnya.

Sedangkan, soal Penyadapan, Ridwan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa Penyadapan harus diatur dalam undang-undang khusus, untuk menghindari penyalah-gunaan wewenang dan pelanggaran HAM.

"Praktik Penyadapan selama ini diatur terpisah, baik di Kepolisian, KPK, bahkan di UU Intelejen Negara. Sehingga, Penyadapan haruslah diatur dalam undang-undang khusus, tidak sebatas pada bagian dari Revisi UU ITE," ungkap alumnus UGM yang juga Presentator Akademik di University of Pittsburgh, USA, 2011 ini.

Ridwan berharap dengan dipercepat proses pembahasan ini, kepercayaan publik dapat meningkat terhadap institusi DPR, juga memberikan kepastian hukum terhadap pasal karet Pencemaran Nama Baik yang sering disalahgunakan.

"Kita tidak ingin tafsir atas makna Pencemaran Nama Baik itu menjadi pasal karet atas ketidaksukaan terhadap kelompok yang berseberangan dengan kita. Salah satu prinsip dalam Hukum adalah adanya Kepastian Hukum. Masyarakat, terutama netizen, perlu adanya kepastian hukum dari pemerintah ini," demikian salah seorang Tenaga Ahli di DPR RI ini. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA