Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anugerah Kebudayaan Dari PWI, Ini Yang Dilakukan Walkot Sawahlunto

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Minggu, 07 Februari 2016, 18:58 WIB
Anugerah Kebudayaan Dari PWI, Ini Yang Dilakukan Walkot Sawahlunto
rmol news logo Sawahlunto, Sumatera Barat, merupakan daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, khususnya batubara, pada masa sebelum kemerdekaan. Tapi hampir saja menjadi kota mati.

Demikian disampaikan Walikota Sawahlunto, Ali Yusuf, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Anugerah Kebudayaan dengan tema "Bupati/Walikota Sebagai Ujung Tombak Kebudayaan Nasional" yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Lombok Raya, Mataram (Minggu, 7/2).

Dia menjelaskan, batubara umbilin yang dimiliki Sawahlunto merupakan yang terbaik di Asia Tenggara. Tapi habis dikuras Belanda pada masa sebelum kemerdekaan. Tahun 1998, BUMN PT Bukit Asam hendak melakukan aktivitas penambangan. Namun tidak jadi karena memang batubaranya benar-benar habis.

"Maka era reformasi tahun 2000, asumsi kota ini kota mati sudah tampak. Karyawan PT BA sudah melarikan diri. Orang sudah tidak lagi ingin tinggal di kota," ungkapnya.

Untuk membangkitkan kembali Kota Sawahlunto, Walikota saat itu, Subari Sukardi, bersama DPRD menetapkan visi baru untuk membangun daerah. Visi tersebut dirumuskan dalam Perda 2/2001, yaitu Sawahlunto tahun 2020 menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya.

"Mengangkat peninggalan kolonial Belanda, membangun cagar budaya di pelosok kota," kata Ali Yusuf, yang turut merumuskan visi tersebut karena saat itu menjadi anggota DPRD.

Visi besar tersebut kemudian dilanjutkan dan dimantapkan oleh walikota berikutnya, yaitu Amran Nur. Hasilnya, pada tahun 2014, Sawahlunto berhasil menjadi mendapatkan penghargaan pemerintah kota peduli Cagar Budaya dan pemerintah kota peduli Museum.

"Sehingga dengan berjalannya waktu, batubara habis, tapi cagar budaya yang dijadikan pioner bisa bangkit sampai hari ini," ucapnya.

Tak hanya itu, Pemkot Sawahlunto juga menghidupkan kembali heritage songket silungkang. Pada zaman Belanda, songket silungkang ini sangat terkenal. Saat itu dipasarkan oleh saudagar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti ke Semarang, Surabaya dan Batavia. Bahkan pada tahun 1910 diajak Belanda untuk dibawa ke pasar malam (atau festival saat ini) ke Brussel, Belgia.

"Itu menjadi heritage. Maka tahun 2015 yang lalu kami mengangkatnya dalam karnaval sehingga mendapat rekor MURI. Dan alhamdulillah, 12 September Butik Shafira membawa Songket Silungkang ke Newyork mengikuti festival," ucapnya.

Selain itu dia menambahkan, di Sawahlunto juga digelar Festival Wayang Nusantara Sawahlunto (FeWaNuSa) yang pada 2015 memasuki tahun ketiga. Karena memang, masyarakat Sawahlunto sangat majemuk bahkan 30 persen merupakan suku Jawa.

"Sawahlunto multi ernis. Ada jawa, Sunda, Bugis, Batak, Cina, tentu juga Minang. Sehingga 30 persen warga  Sawahlunto suku jawa. Maka pada 2015 yang lalu, kami gelar Festival Wayang Nusa 3. Pada tahun 2016, Festival Wayang Nusa 4, kami akan undang Ki Enthus," katanya yang langsung disambut tepuk tangan.

Ki Enthus yang dimaksud adalah Enthus Susmono, seorang dalang kondang yang saat ini menjadi Bupati Tegal, Jawa Tengah. Ki Enthus hadir dalam FGD Anugerah Kebudayaan karena juga menerima penghargaan yang sama.

"Budaya sebagai indikator jatidiri bangsa harus dipertahankan, regulasi harus dibuat," tegasnya. Karena itu dia berterima kasih kepada PWI atas prakarsa tersebut. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA