Baru saja dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid memanggil Rizal Ramli ke kantornya. Gusdur memintanya menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggantikan S.B. Joedono.
"Terima kasih atas kepercayaan Gusdur kepada saya. Tapi, umur saya belum 60 tahun. Saya tidak cocok menjadi Ketua BPK," jawab Rizal yang ketika itu berusia 47 tahun.
Keduanya terkekeh. Gusdur paham betul gurauan Rizal.
Dua pekan kemudian, Rizal kembali dipanggil ke Istana Negara, Jakarta. Kali ini Gusdur menawarkannya menjadi Duta Besar RI di Amerika Serikat yang saat itu dijabat Doradjatun Kuntjoro Jakti.
Jawaban Rizal lagi-lagi mengundang derai tawa Gusdur.
"Saya merasa terhormat dicalonkan menjadi Dubes RI di Amerika, terima kasih, Gus," sahut Rizal. "Tapi saya kan bukan anak nakal. Saya tidak mau dibuang ke luar negeri."
Begitu dipanggil untuk ketiga kalinya, Gusdur menekankan, "sekarang kamu tidak boleh menolak permintaan saya."
Rizal diminta membenahi Badan Urusan Logistik (Bulog). "Kamu harus bersedia menjadi Kabulog," demikian titah Gusdur yang hari itu tampak serius.
"Baiklah, Gus," jawab Rizal tak kalah serius, setelah bermenung beberapa saat. "Saya terima tugas itu, tapi ada syaratnya…"
Ini lantas membuat Gusdur terbahak-bahak. "Kamu ini gimana sih, yang ingin menjadi Kabulog itu antre, karena Bulog banyak duitnya. Apa syaratmu?"
"Saya mau menjadi Kabulog, tapi kalau bisa hanya untuk enam bulan saja. Kalau lebih dari enam bulan, saya akan mengundurkan diri."
3 April 2000 Rizal Ramli dilantik menjadi Kabulog menggantikan Jusuf Kalla.
Inilah kali pertama, sebagaimana dilansir
JPNN, pria yang kini menjabat Menko Maritim dan Sumber Daya itu masuk dalam pemerintahan.
[ysa]
BERITA TERKAIT: