Diam-diam ia mengamati segala yang terjadi. Termasuk tingkah laku kernet dan penumpang bus.
Saat si kernet menyodorkan tangannya ke penumpang di sebelahnya sambil menggemerincingkan beberapa uang logam di tangannya.
Tanpa berkata apapun, kernet itu langsung diberi uang oleh si penumpang Rp 3.000. Lalu ketika si kernet itu melakukan hal yang sama kepada Mukidi, maka Mukidi pun ikut memberikan uang Rp 3.000.
Tak lama kemudian si kernet berteriak, "Dirman, Dirman, Dirman.†Maksudnya Metromini sudah sampai Jalan Jenderal Sudirman.
Lalu seorang penumpang laki-laki berteriak “kiri!" sambil turun dari Metromini.
Tak berapa lama, sang kernet teriak lagi. Kali ini, “Kartini, Kartini, Kartini.â€
Seorang cewek muda menjawab "kiri†sambil turun dari Metromini.
Beberapa lama kernet itu kembali berteriak.
“Wahidin, Wahidin, Wahidin.â€
Seorang lelaku turun sambil membalas teriak, “Kiri.â€
Tinggallah Mukidi seorang diri di dalam Metromini. Di dalam hatinya dia ngedumel dan lama-lama jengkel juga dia.
Lalu dia colek si kernet sambil berkata dengan nada marah.
“Kurang ajar sampeyan. Dari tadi orang-orang sampeyan panggil. Lha nama saya ndak sampeyan panggil-panggil? Kalo begini caranya kaaapaaan saya turun?â€
Tak perlu waktu lama, si kernet paham persoalannya. Lalu dia bertanya, “Nama Bapak siapa?â€
“Mukidi,†jawab Mukidi dengan tegas.
Lantas si kernet pun berteriak lantan. “Mukidi, Mukidi, Mukidi!â€
Mukidi pun lega. “Nah, begitu. Kiri!†teriaknya.
Maka turunlah Mukidi di jalan tol. Dan sampai kini belum ditemukan.
Bagi yang menemukan Mukidi, harap segera menghubungi keluarganya melalui call center Jasa Marga.