Begitu dikatakan pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto dalam surat elektronik yang diterima redaksi, Kamis (19/11) malam.
"Gangguan-gangguan seperti itu akan membuyarkan konsentrasi Pertamina. Pertamina menjadi terganggu untuk hal-hal yang semestinya tidak menjadi domain mereka secara profesional,†sambungnya.
PT OTM selama ini diketahui merupakan tempat PT Pertamina menyimpan bahan bakar. Toto merasa Pertamina sedang dibawa dalam lingkaran politik. Itu njelas bisa mengganggu persiapan agar bisa bersaing dengan pasar global, serta anloknya harga minyak dan gas.
"Pertamina saat sedang menghadapi berbagai tantangan agar bisa survive. Eh kok sekarang ditambah lagi dengan persoalan-persoalan politik semacam itu. Tentu sangat merepotkan,†lanjut Toto.
Dia menjelaskan, Pertamina sebaiknya dibiarkan bekerja secara profesional sebagai motor penggerak ekonomi. Apalagi Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) awal 2016, dimana kondisi persaingan semakin terbuka. "Kalau BUMN terus menjadi objek permainan politik, kita tidak akan bisa bersaing. Kapan kita bisa maju?†jelasnya.
Terlepas dari hal itu, Toto mendukung sikap Pertamina yang tetap profesional menghadapi berbagai gangguan tersebut. Manajemen Pertamina sudah mendudukkan persoalan ini pada tempatnya. Meski belum menjadi perusahaan publik, tapi Pertamina sudah memegang teguh prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
"Dari pernyataan mereka, sudah terlihat bahwa Pertamina memang menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik. Di era keterbukaan seperti saat ini, orang juga bisa menilai,†lanjutnya.
Anggota Komisi VII DPR Kurtubi berpendapat demikian. Kata dia, Pertamina sebaiknya tidak diseret ke dalam lingkaran politik. "Pertamina adalah perusahaan negara yang harus dijaga independensinya dalam mengelola minyak dan gas nasional. Tidak boleh ada yang membawa Pertamina ke persoalan politik dan juga tidak boleh ada kepentingan politik yang masuk ke Pertamina,†katanya terpisah.
Untuk diketahui, dalam surat tersebut, Setya Novanto melampirkan sejumlah dokumen. Misalnya notulensi rapat negosiasi awal antara Pertamina dan PT Orbit Terminal Merah, soal penyesuaian kapasitas tangki timbun di PT Orbit Terminal Merak, surat review kerja sama pemanfaatan terminal BBM Merak, dan lainnya.
Dalam surat itu, Setya Novanto juga menyinggung Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya yang kini sebenarnya ditempati Ahmad Bambang.
"Sesuai dengan pembicaraan terdahulu dan informasi dari bapak Hanung Budya Direktur Pemasaran dan Niaga, sekiranya kami dapat dibantu mengenai addendum perjanjian jasa penerimaan, penyimpanan dan penyerahan Bahan Bakar Minyak di Terminal Bahan Bakar Minyak antara PT pertamina (Persero) dengan PT Orbit Terminal Merak yang sudah bapak terima beberapa minggu lalu," tulis surat Setya Novanto.
[sam]
BERITA TERKAIT: