Demikian disampaikan Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Azyumardi Azra (Kamis, 3/9).
"Pemblokiran itu adalah hal yang wajar. Contohnya China yang sangat aktif melakukan pemblokiran situs-situs radikal dan Amerika Serikat (AS) yang memblokir situs yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar atau hukum," ungkapnya.
Pasalnya, saat ini keberadaan internet menjadikan penyebaran paham kekerasan yang mengarah ke aksi terorisme menjadi sangat mudah. Alhasil, cara-cara penyebaran konvensional melalui dakwah dan ceramah sudah tidak begitu kuat lagi.
Namun, dia menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bijaksana sebelum memblokir situs-situs tersebut. Dari segi parameter tentang radikal, tergantung dari tingkat pemikirannya.
"Kalau pemikirannya tidak lazim dan tidak ingin menjadi panutan masyarakat umum berarti radikal, seperti ingin melakukan perubahan secara cepat, menyeluruh dengan cara-cara tidak konvensional. Kalau kemudian pikiran-pikiran seperti radikal itu diwujudkan dalam bentuk aksi, seperti menaruh bom, ya itu berarti terorisme," urainya.
Azyumardi sendiri menghargai apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Badan ini juga merangkul generasi muda menghindar dari paham kekerasan yang mempengaruhi mereka.
[zul]
BERITA TERKAIT: